chiiroses

Mereka sudah berada di cafe yang di maksud oleh Jean, laki-laki itu ternyata mengajak mereka ke cafe milik salah satu kenalannya di Bandung.

Satutiga, nama cafe yang terletak di jalan braga itu memiliki nuansa yang sangat indah, dengan lampu-lampu yang menghiasi bagian atas cafe serta banyaknya pohon-pohon di sekitar cafe yang membuat tempat tersebut terlihat cantik.

“Mau pesan apaan?” Tanya Heril saat mereka baru saja duduk.

“Sabar anjir, baru juga duduk.” Balas Meyra yang kesal dengan tingkahnya Heril.

“Bentar Ril, ngaso dulu.” Ucap Jean dengan matanya yang melihat ke sekitar.

Tak lama, ada seoarang laki-laki yang menghampiri meja mereka. Laki-laki dengan lesung pipi di wajahnya, tingginya sekitar 173 cm, ia Dehan— laki-laki teman Jean, sekaligus owner dari cafe satutiga. menghampiri meja mereka dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

“Bro, udah lama ga ketemu.” Sapa Dehan saat Jean dengan santai merangkulnya.

“Iya, udah lama gue ga ke Bandung.” Jawab Jean, “oh iya, kenalin, ini temen-temen gue di SMA, lo kenal lah ya sama Baska mah,” Lanjutnya sambil memperkenalkan yang lain.

“Ini Ellia, sebelahnya Meyra. Terus sebelahnya Baska, cewenya, Selasa namanya, tuh yang di ujung lagi nyebat,” Tunjuk Jean ke arah kursi paling ujung, “namanya Heril, nah depannya Heril, Robby namanya.”

“Halo,” sapa Dehan kepada mereka yang di balas dengan jawaban serupa. “Oh iya, mau pesan apa? biar gue pesanin.” Ucapnya.

“Eh gausah, biar kita aja.” Tolak Selasa yang kemudian memberikan tatapan kepada Baskara agar memberitahu kepada Dehan juga bahwa tidak perlu repot-repot untuk membuat pesanan mereka.

“Iya gausah Han, biar kita aja.” Sambung Baskara, Dehan yang mendengar itu tersenyum dan pamit untuk ke belakang sebentar.

“Sini-sini gece gue yang pesen.” Ucap Heril kepada semuanya, “gue udah ga sabar anjir mau minum.”

“Yaudah pesen.” Jawab Robby.

Setelah memesan semua pesanan mereka, Heril dan Meyra kembali duduk ke kursinya. Sambil menunggu pesanan mereka datang, mereka menghabiskan waktunya untuk bermain Truth Or Dare bersama-sama.

Selang 10 menit, semua pesanan telah datang, mereka memimun pesanannya masing-masing dan segera melanjutkan permainan yang tadi sempat terhenti.

Permainan ini benar-benar membuat perut mereka terasa mual akibat terlalu sering tertawa. Mulai dari Heril yang memilih truth dan di tanya “Pernah BAB di celana atau tidak?” dan ia menjawab “Pernah, pas abis main sama anak-anak, kan gue balik sama Robby, eh gue cepirit anjir di motor dia.” Mereka tertawa terbahak-bahak saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Heril, dan dengan Robby yang menggerutu bagaimana bisa jok motor dia ternodai.

Dengan Meyra yang memilih Dare dan ia harus bernyanyi di depan semua orang, Robby yang meminta foto kepada keluarga yang sedang mampir di cafe itu, hingga ellia dan Jean yang mendapatkan dare yang sama, yaitu memposting wajah mereka di acc salah satunya, yang dimana Jean harus mengupload foto Ellia dan sebaliknya.

Ah jangan lupakan Baskara dan Selasa, Mereka juga melakukan tantangan yang didapatnya. Kali ini Selasa harus melakukan prankcall kepada salah satu teman di contactnya, yang akan berhenti saat di scroll dan Baskara melakukan aksi gombal kepada pengunjung cafe.

Malam itu benar-benar mereka habiskan untuk tertawa bersama-sama. Tak ada yang membuat mereka merasa bahwa mereka baru saja kenal tadi pagi. Malam ini di Bandung, khususnya di jalan Braga, menjadi salah satu saksi cerita mereka yang akan dikenang untuk waktu yang lama.

BSD pagi ini, khususnya di kawasan rumah Selasa, sudah ramai dengan teman-temanya sejak satu jam yang lalu, Baska, Ellia, Meyra dan Jean suudah berada disana, menunggu Heril dan Robby yang sudah pasti telat karena bangun telat.

“Heril ngaret nih!” Ucap Meyra dari arah dapur, ia baru saja mengambil air karena haus akibat menunggu Heril sejak tadi.

“Bentar lagi dateng,” jawab Selasa, ia diberi tahu oleh Baskara bahwa Robby dan Heril sudah masuk kedalam perumahan tempat tinggal Selasa.

Dari arah depan terdengar suara motor yang baru saja dimatikan, setelahnya terdengar suara Heril yang teriak “EH SORRY, SEMALEM GUE NONTON BOLA!” Teriaknya entah kepada siapapun yang mendengarnya.

“Iya santai,” jawab Baskara berjalan ke arah diaman sumber suara itu, “tas lo bawa masuk dulu ke mobil Jean.” Lanjutnya sambil memberikan kunci mobil Jean kepada Heril.

menungu sekitar 15 menit lagi sebelum mereka semua bersiap untuk berangkat ke bandung, mengecek kembali perlengkapan dan barang-barang akan di bawa agar tidak ada yang tertinggal.

“Udah semua nih ya?” Tanya Jean dengan mengunjukan bagasi mobilnya, “awas aja ada yang bilang ketinggalan.”

“Udah semua, aman terkendali.” Jawab Ellia yang hendak membuka pintu penumpang mobil.

Mereka berangkat dengan dua mobil, mobil Baskara dengan Selasa dan Robby, sedangkan mobil Jean dengan Heril, Ellia dan Meyra. Sudah dapat dipastikan seberapa berisik mobil Jean nanti saat Heril dan Meyra menjadi satu.

Walaupun mereka semua tidak terlalu kenal, tetapi pada hari ini semua mendadak menjadi dekat seperti teman yang sudah lama tak bertemu dan akhirnya melakukan perjalanan bersama.

Selama perjalanan Selasa tidak banyak omong seperti biasanya, ia tidak melakukan aksi— bernyanyi dengan suara yang keras dengan playlist spotify andalannya.

“Diem aja Sel?” Tanya Baska sedikit bingung dengan sikap gadisnya itu.

Selasa yang di ajak bicara hanya memamerkan deratan gigi putuhnya sambil tersenyum. Baska tahu dari maksud dari jawaban Selasa barusan, ia mengerti bahwa Selasa cukup malu karena ada Robby bersamanya.

“Ohhhhh, gara-gara ada gue yaa?” Tanya Robby, dia dengan cepat juga dapat mengerti keadaan yang sedang terjadi.

“Eh bukan gitu Rob,” jawab Selasa, ia jadi tidak enak dengan lelaki yang duduk di kursi belakang.

“Santai aja kali, lo kaya sama siapa aja. Udah anggep gue gaada aja, gue juga mau tidur.” Jawab Robby uyang kemudian menutup wajahnya dengan hoodie yang ia bawa.

“Bukan rob, gue mau nyanyi... yang ada kalau lo mau tidur terus gue nyanyi, malah keberisikan.” Balas Selasa.

“oh, terserah lo deh, pacaran juga gapapa.” Jawab Robby sedikit malas, “gue emang ngantuk banget, dari semalem belom tidur, jadi yauda lo berdua pacaran aja,” lanjutnya dengan mata yang sedikit lagi tertutp dengan rapat, “tapi kalau lo mau nyanyi juga ya gapapa.”

Di perjalanan kali ini ini— satu jam hinggan dua jam pertama hanya terdengar suara playlist yang berputar dan Selasa yang sesekali mengajak Baskara untuk mengobrol. Ia tidak akan tidur dan meninggalkan Baskara sendiri menyetir mobil, walaupun saat ini ia juga sudah sedikit mengantuk karena hawa di dalam mobil cukup hening.

“Tidur aja Sel gapapa.” Ucap Baska, ia sudah melihat Selasa menguap berkali-kali sejak tadi.

“Engga ah, masih kuat.”

“Yaudah nanti kalau udah ga kuat, langsung tidur aja ya.” Suruh laki-laki di sebelahnya.

Berbeda dengan mobil Jean, laki-laki itu sudah amat pusing mendengar celotehan-celotehan yang di lemparkan Heril dan Meyra, sampai tadi saat ingin memasuki tol, Ellia yang duduk di kursi belakang bersama Meyra, bertukar posisi dengan Heril yang berada di sebelah Jean. Alhasil Meyra dan Heril saat ini duduk di kursi belakang dan sangat berisik.

“Pusing ga si lo dengernya?” Tanya Ellia saat melihat Jean menggelengkan kepalanya sesekali.

Laki-laki itu sekilas menoleh ke arah suara tersebut, “pusing.” Jawabnya.

“Sama,” Ucap Ellia sambil melihat lurus ke arah jalan, “kalau lo cape atau ngantuk, gantian aja sama gue nyetirnya.” Jean sedikit terkejut dengan ucapan perempuan di sampingnya, kemudian menjawab dengan anggukan kepala.

Robby sudah bangun sejak satu setengah jam yang lalu, dan ia menemani Baska selama menunggu pintu keluar tol. Berbeda dengan selasa, perempuan tersebut tengah tertidur pulas.

Setelah menghabiskan waktu selama 5 jam di perjalanan dengan menghadapi macet saat berada di pintu tol keluar. Siang ini pukul 13.00 saat matahari sedang terik-teriknya, mereka telah sampai di villa yang sudah mereka booking sebelumnya.

Baskara, Jean dan Robby segera turun dari mobil. Robby menghampiri mobil Jean dan saat ia melihat kursi belakang, terlihat dua orang yang sedang tertidur pulas dengan kepala yang saling menyender satu sama lain.

“Woy bangun anjir, udah sampe, tidur mulu lo!” Teriak Robby di telinga Heril yang membuatnya langsung terbangun.

“Sialan, Gausah teriak-teriak anjir, gue ga budeg.” Ucapnya yang membuat Meyra pun ikut terbangun dari tidurnya.

Setelah Jean mengeluarkan barang bawaannya, ia segera kembali ke arah kursi penumpang di sebelahnya, “eh, bangun, udah sampe.” Ucapnya dengan menyenggol bahu Ellia. Gadis itu segera bangun dengan nyawa yang belum sempurna kumpul.

Di mobil sebelah— Baskara masih sibuk mengeluarkan semua barang-barang miliknya dan Selasa, bila kalian ingin tahu dimana gadis itu? Ia masih tertidur dengan pulas di kursi penumpang, dan Baska masih enggan membangunkannya.

“Cewe lo bangunin Bas.” Suruh Heril saat mereka sedang bersama-sama menurunkan barang bawaannya.

“Nanti aja kalau barang-barang dia udah turun semua, biar langsung masuk.” Jawabnya sambil menurunkan salah satu tas milik Selasa.

“Bucin.” Sindir Heril.

“Iri aja.” Sahutnya.

Setelah selesai menurunkan semua barang-barang, Baska menghampiri Selasa yang masih tertidur, “Sel, bangun, udah sampe.” Ucapnya sambil membuka seat belt yang digunakan Selasa.

Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, menetralkan netra matanya, “udah sampe?” Tanyanya.

“Udah, ayo turun.” Ajak Baskara.

Saat ini mereka sudah berada di dalam kamarnya masing-masing— dengan Baskara yang bersama Jean, Heril dan Robby, serta Selasa, Ellia dan Meyra yang berada di satu kamar yang sama. Menghabiskan siang yang terik ini di dalam kamar, dan bersiap-siap untuk sore hari yang akan mereka gunakan untuk menjelajah kota Bandung.

Sore ini mereka sudah berada di pantai dengan Baska yang memegang cameranya di tangan kanannya. Laki-laki itu memotret sekitar, melihat indahnya salah satu ciptaan tuhan dengan matanya.

Selasa masih setia dengan senyum yang mengembang indah di wajahnya sejak ia turun dari mobil. Perempuan itu berkali-kali mengucapkan kata “wow” setiap melihat sesuatu yang membuatnya terkesan.

“Serius deh Bas, ga nyesel banget kita kesiniiiiii!” Ucap Selasa sambil berlari ke arah pantai, “sini cepeetttt!” Pintanya pada Baska saat laki-laki itu hanya tersenyum melihatnya berlari.

“Iya on my way Sel,”

Mereka menghabiskan waktu dua jam dengan menikmati indahnya pantai ini, mendekat ke arah air saat menghampiri pesisiran, membuat rumah-rumahan dari pasir, Baska yang memotret pantai ini dengan cameranya, Selasa yang menyipratkan air ke arah Baska agar mau bermain bersamanya.

Sore itu benar-benar menjadi sore yang sangat berkesan bagi mereka berdua, menghabiskan waktu sebelum akhirnya mereka akan memasuki ujian dan naik ke tingkat akhir di Sekolah Menengah Atas.

“Sel,” panggil Baskara saat mereka sedang duduk menyaksikan terbenamnya matahari.

Perempuan itu segera menolehkan wajahnya ke arah kanan, melihat laki-laki yang memanggilnya itu, “iya?” tanyanya, kemudian menyenderkan kepalanya ke bahu Baskara.

“Tetep kaya gini ya,” Ucapnya.

“Gini? kaya sekarang aku lagi nyender di kamu atau?” Tanyanya sambil menggerak-gerakan kepalanya yang sedang menyender di bahu Baskara.

Laki-laki itu sedikit tertawa mendengar jawaban yang keluar dari gadisnya itu, “tetep jadi Selasa yang kaya gini,” Ucapnya sambil membenarkan rambut selasa yang terbawa oleh angin, “jangan kemana-mana.” Lanjutnya.

Selasa terkekeh dengan ucapan yang baru saja Baskara keluarkan, “hahaha iya Baskaaaa, PASTIIII!” Teriaknya.

Setelahnya mereka kembali hening, hanya terdenger desiran ombak dan suara kicauan burung di atas sana. Berharap bahwa mereka akan seperti ini dalam jangka waktu yang selama-lamanya.

Tolong ya, jangan di patahkan.

Baskara sudah sampai sejak enam menit yang lalu, ia masih setia duduk di dalam mobilnya menunggu Selasa yang masih berada di dalam rumah. Sambil mendengarkan lagu-lagu yang ada di playlistnya.

Tiga menit kemudian Selasa membuka gerbang rumah yang membuat Baska mengalihkan pandangan dari ponsel menjadi ke arahnya. Ia kemudian berjalan ke arah mobil.

“Lama ya?” Tanyanya saat membuka pintu mobil.

“Engga kok.” Jawab Baska sambil membantu selasa meneruh tasnya di kursi belakang.

“Yaudah ayo berangkat!” Ajak Selasa setelah menggunakan seat beltnya.

Mereka segera berangkat menuju tempat les Selasa dengan playlist yang selalu mereka dengarkan saat mereka sedang berada di mobil.

Lalu lintas saat ini ramai lancar. Lagu demi lagu telah berputar selama perjalanan, dengan keadaan dimana Selasa akan menggelar konser dadakan di dalam mobil dan Baskara menjadi pendengar setia perempuan itu.

“Kamu bosen ga sih? setiap pergi bareng sama aku kalo naik mobil, pasti aku selalu nyanyi.”

“Engga bosen, malah rame sel.”

“Iya sih yaa, jadi kamu ga bakalan ngantuk kalo sama aku hahaha.” Jawabnya sambil tertawa, “Oh iya, kamu ada acara ga hari ini?”

“Hari ini?” Tanyanya menengok ke arah Selasa.

“Iya hari ini, ada ga?”

“Hari ini acara aku yaaa cuma sama kamu doang, ga ada lagi.” Ucap Baska sambil mengetuk-ngetuk stir mobil dihadapannya.

Selasa menganggukan kepalanya, “ohhh kirain mau main sama temen-temen kamu.”

“Engga, mereka lagi pada sibuk.” Ucapnya.

Mereka telah sampai di tempat les Selasa. Saat ini tidak terlalu banyak yang berangkat untuk latihan, mengingat mereka lebih suka latihan pada sore hingga malam hari.

“Kamu mau masuk atauu???” Tanya Selasa sembari mengambil tasnya.

“Aku di tempat tunggu aja boleh?”

“ya boleh lahh, yaudah kamu tunggu disitu yaaa, aku masuk dulu.” Ucap Selasa sambil melambaikan tangan kepada lelakinya itu.

“OH IYAAAA, nanti kalo kamu bosen terus mau muter-muter, kabarin aku yaaa!” Teriak Selasa saat menaiki tangga.

“Siap cantik.” Jawabnya dengan tangan kanan yang membentuk 'sip'.

Dua jam sudah berlalu dan Baskara masih setia pada duduknya menunggu Selasa.

Dari kejauhan ada dua perempuan yang memperhatikan Baskara sambil berbisik-bisik sejak tadi dan Baskara sadar akan hal itu, tetapi ia masih tidak menggubrisnya karena mereka hanya melihat saja dan tidakk mengganggunya.

Terdengar suara derap langkah dan bisikan-bisikan yang semakin mendekat ke arah Baskara. Lelaki itu hanya fokus dengan ponselnya yang sedang ramai oleh grup whatsapp “yang ganti bisukan” karena heril sedang bercerita tentang ia yang baru saja kembali sehabis menjemput mamanya yang berada di pasar dan ia melihat perempuan cantik sedang berjalan di sebelahnya.

“Halo... kak?” Sapa salah satu perempuan itu.

Baska yang merasa dirinya dipanggil pun mengalihkan pandangannya dari ponsel dan mengarah kepada mereka. “Saya?” Tanyanya dengan tangan kanan yang menunjuk dirinya sendiri.

“Iya, kamu.” Jawabnya dengan sedikit gugup.

“Ada apa ya?”

“hmm, anu,” Ucapnya sambil menggaruk kepalanya, “lo aja ah yang nanya, deg-degan gue.” Sambungnya dengan temannya.

“Yehhh,” ucap salah satunya, “nama lo siapa?”

Baska sedikit kaget dengan pertanyaan yang ia lemparkan kepadanya, “Nama saya?” Tanyanya balik dengan kerutan di dahinya.

“Iya nama lo.”

“Baska.” Jawabnya bersamaan dengan suara notif yang muncul pada ponselnya.

“Ohhh, senggang ga? mau ikut nongkrong sama gue ga siang ini?” Ajak peempuan yang tadi menanyakan namanya.

“Sorry, tapi kita ga kenal.” Jawab Baska dengan menundukan kepalanya kemudian segera pergii meninggalkan mereka.

Perempuan itu tidak tinggal diam saat melihat Baska berdiri bersiap untuk meninggalkan mereka. Ia menarik satu tanggan Baska yang membuatnya terhenti.

“Sorry lagi, tapi lo ga sopan.” Ucap Baska sambil melepaskan genggaman tangan perempuan itu.

“Yaelah gini doang. Ikut kita nongkrong lah, percuma ganteng tapi diem-diem aja.”

“Ga minat, makasih.” Jawabnya final dan meninggalkan mereka yang melihat Baskara dengan tatapan jengkel.

Baskara sudah menggeluarkan mobilnya dengan membawa kotak makan yang disiapkan mamanya untuk Selasa. Perjalanan dari rumahnya menuju rumah selasa cukup menghabiskan waktu sekitar 15 menit untuk siang ini.

Ia sudah berada di depan rumah Selasa dan segera memarkirkan mobilnya. dari dalam mobil terdengar suara Selasa yang sedang membuka gerbang.

“Bas, masukin aja mobilnya!” Teriaknya sambil mendorong gerbang. Baskara mengacungkan jempol kepada Selasa dan segera memasukan mobilnya.

“Emang mobil pada kemana?” Tanya Baska saat sudah keluar dari mobilnya.

“Kak jeb main sama temen-temennnya, mama lagi ada urusan, makanya mobil pada ga ada.” ucapnya sambil mereka berjalan masuk.

“Oh, ini bibi belom pulang kan?”

“Belom lah, makanya aku ajak kamu kesiniii, nanti kalo bibi mau pulang baru kita keluar aja, gimana?” Ucap Selasa yang sekarang sudah duduk di sofa ruang tamu.

“Iya gapapa, nanti ke cafe deket sini aja.” Selasa menganggukan kepalanya tandabahwa ia setuju dengan jawaban baskara.

Saat ini mereka sedang fokus mengerjakan tugas kimia, lebih tepatnya, Baskara membantu mengerjakan tugas kimia Selasa. Materi yang mereka kerjakan adalah materi ulangan dari kelas 11 semester 1 dan 2. Mengingat sebentar lagi mereka akan menghadapi Ujian Akhir Semester.

“Ini ada cara yang lebih gampang ga sih?” Tanya Selasa pada salah satu soal tentang larutan penyangga.

“Ga ada sel,” jawabnya sambil melihat soal yang ditujuk olehnya, “Sini aku bantuin.”

“Ini malah jatohnya kayaaaaaa kamu yang ngerjain tugas-tugas aku hahahaha.”

“Engga kok, kan kamu juga sambil aku ajarin.”

“Iyaaaa tapi aku ngedengerin kamu jelasin, kayaaa di dikte.” Jawabnya sambil kembali mencoret-coret kertasnya.

Mereka kembali fokus pada tugasnya, sudah sekitar setengah jam mereka berkutat dengan buku dan pulpen yang dipeganggnya, bibi menghampiri mereka yang sedang duduk di ruang tamu.

“Masih lama neng?” Tanya bibi membuyarkan fokus mereka.

“Lumayan bi, kenapa emang? mau pulang ya?” Balasnya.

“Iya neng, kalo masih lama gapapa biar bibi di sini dulu aja.”

“Ehhhh, gapapa bi pulang aja, aku sama Baska biar belajar di luar aja.” Jawaab Selasa sambil menutup pulpennya.

Bibi yang mendapat jawaban seperti itu merasa tidak enak karena membuat Selasa harus pergi keluar, “aduh bibi jadi ga enak sama eneng.”

“Gapapa bi,” jawab Baska dengan senyumnya, “Kita biar belajar di luar aja.”

“Yaudah a, neng, bibi pulang duluan ya.” Pamitnya meninggalkan Selasa dan Baskara yang sedang merapihkan buku-bukunya.


Untungnya saat ini di cafe yang mereka datangi tidak terlalu ramai pengunjung, mengingat saat ini masih siang hari.

“Adem yaaaaa.” Ucap Selasa.

Baska menoleh ke arah Selasa yang sedang meminum kopinya “Iya adem.”

“Tau ga kalo adem gini enaknya ngapain?” Tanyanya.

“Engga, emangnya apa?”

“Tidurrr.” Baska tersenyum mendengar jawaban Selasa. “Aku malah jadi ngantuk disini, soalnya sepi terus adem.” Lanjutnya.

“Terus masa mau tidur disini?” Tanya Baska sambil menunjuk meja di depannya.

Selasa melihat ke sekitar, melihat pengunjung cafe yang hanya berisi 7 orang saja. “Kenapa engga? kan sepiiii.” Ucapnya karena cafe pun sedang sepi, jadi Selasa merasa tidak apa bila ia tidur disini.

“Beneran mau tidur Sel?” Tanya Baska karena ia sudah melihat Selasa meletakan tangannya di atas meja dengan kepala yang berada di atasnya.

“Iyaaaaaa, kenapa? kamu malu yaaa?” Ucapnya langsung duduk dengan sempurna.

“Ehh engga cantik, udah tidur aja gapapa.” Jawabnya samnbil memegang bahu Selasa untuk kembali kepada posisi tadi.

“Terus kenapa nanyaaa?”

“Ya aku bingung aja kenapa kamu mau tidur disini.”

“ya tadiiiiii, adem, akunya jadi ngantuk hahaha,” ucapnya sambil tertawa, “nanti bangunin aku ya 15 menit lagi.” Lanjutnya sebelum ia memejamkan matanya.

Baska hanya memperhatikan Selasa yang sedang tertidur di depannya sambil sesekali meminum kopi yang ia pesan tadi.

Baginya Selasa akan selalu menjadi objek yang amat Baska sukai. Ia tak pernah bosan memperhatikan setiap inci pahatan yang terbentuk pada muka gadisnya itu.

Seperti biasa, pagi ini— saat matahari baru saja memancarkan cahayanya dari arah timur. Seorang laki-laki bertubuh tinggi yang mempunyai lesung pipi di wajahnya membuka matanya melihat sekitar.

Hari kamis, hari terakhir mereka di sekolah, hari terakhir mereka melakukan Ujian Nasioal, hari terakhir mereka mengenakan setelan putih abu-abu kebanggaannya. Lelaki itu mengambil ponselnya yang berada di sebelah ranjang kasurnya. Melihat beberapa notif yang muncul dari grup kelas dan salah satu notif yang sangat ia tunggu setiap harinya.

Membuka ponsel dan membalas pesan-pesan yang masuk, merupakan salah satu kebiasaan yang ia lakukan setiap pagi hari. Laki-laki itu menyunggingkan senyumnya— ketika melihat salah satu chat WhatsApp paling atas, dari wanitanya.

Ah iya, kita sampai lupa berkenalan. Izinkan saya memperkenalkan ia sebentar ya? Perkenalkan, namanya Yogantara Lenteralega, nama yang bagus bukan? Ah tidak usah dijawab, hahaha. Panggil saja Yoga, atau mungkin kalian mempunyai nama khusus untuknya? Terserah saja, tapi saya akan memanggil ia Yoga.

Sebelum beranjak lebih jauh, izinkan saya ingin memperkenalkan satu orang lagi ya? Namanya Halmahera— perempuan yang memiliki senyum tercantik di alam semesta ini kata Yoga, laki-laki ini bisa saja. Cukup panggil ia dengan Hera saja ya teman.

Setelah Yoga membalas pesan dari Hera yang mengabarkan bahwa Yoga tidak perlu terburu-buru saat ingin menjemputnya nanti, karena hari ini merupakan hari terakhir sebelum mereka lulus dari Sekolah Menengah Atas yang mereka tempuh selama 3 tahun terakhir.

Setelah 30 menit berkutat dengan dirinya. Yoga mengeluarkan mobil dan segera berangkat menuju rumah Hera.

Di perjalanan pagi ini, BSD terlihat ramai dengan orang-orang yang akan melakukan aktivitas mereka setiap harinya. Hera sudah duduk di jok sebelah Yoga dengan setelan baju putih abu-abu yang dipakai untuk terakhir kalinya.

Selama perjalanan, mereka menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang seputar masa-masa saat SMA, padahal mereka belum menyelesaikan ujian terakhir hari ini, tetapi terasa seperti sudah menyelesaikan masa SMA setahun yang lalu.

“Bener-bener ga kerasa ya Tar, hari ini udah UN terakhir.” Ucap Hera dengan suara khasnya.

Tara. Panggilan khusus yang Hera buat untuk laki-laki di sebelahnya. Katanya, saat ditanya 'kenapa manggil yoga dengan sebutan tara?' Hera menjawab dengan simple, 'biar ga sama kaya yang lain.' Ucapnya sambil tersenyum.

Yoga tersenyum mendengar suara wanitanya. menjawab dengan anggukan serta lesung pipi yang mengembang di wajahnya.

“Nanti pas ujian udah kelar, angkatan jadi kumpul?” Ucap Hera lagi, dan kembali di jawab dengan anggukan yang tak luput dari senyum di wajahnya.

“Ohhh, aku agak males deh ikut kumpul-kumpul gitu, tapi kalau aku ga ikut kumpul, aku juga ga enak sama temen-temen yang lain, sama kamu juga.” Ucap perempuan itu sambil membuka botol minum yang ada di sebelahnya, botol yang selalu Yoga bawa untuk Hera.

“Kamu males gaaa?” Tanya Hera lagi. Kali ini Yoga menjawab dengan gelengan kepalanya. Hera yang melihat itu pun kembali bersuara, “iya juga sih, kamu kapan sih malesnya, hahaha.” Jawab Hera sambil tertawa.

Masih seperti hari-hari sebelumnya, dengan Hera yang banyak sekali bericara dan Yoga hanya mendengarkannya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya.

Bagi Hera, ia tidak masalah dengan Yoga yang seperti itu, ia menikmati hari-hari yang ia habiskan saat bersamanya, walau hanya perempuan itu yang banyak berbicara.

“Hera,” panggil Yoga.

Hera yang mendengar Yoga memanggil namanya pun segera menoleh, “iya tar, kenapa?” Yoga hanya menggelangkan kepalanya, lagi.

“Ga jelas sumpaahhhh.”

Mereka telah sampai di sekolah, melakukan ujian pada pukul 08.00 pagi. Ruang ujian Hera dan Yoga berbeda, karena urutan nama mereka pun sudah sangat jauh berbeda, Halmareha dan Yogantara, nama dengan awalan yang sangat jauh.

Setelah selesai dengan Ujiannya, beberapa anak-anak ada yang segera menuju ke kantin, lapangan, atau bahkan kamar mandi, sambil menunggu jam 11 untuk kumpul di aula sekolah.

Pukul 11, seluruh siswa-siswi sudah berkumpul di aula sekolah. Dengan ketua angkatan— Yogantara Lenteralega, yang berada di barisan paling depan menghadap ke arah teman-teman angkatannya.

Yogantara, laki-laki itu merupakan ketua angkatannya, bukan ketua OSIS pada periodenya. Di SMA mereka terdapat dua ketua yang di buat oleh sekolahnya. Pertama, ketua OSIS, yang bertugas untuk mengurus siswa-siswi sekolah, sedangkan ketua angkatan untuk mengurus setiap angkatannya masing-masing.

Di depan sana, Yoga berbicara tentang 3 tahun yang telah dilalui bersama, tentang kebersamaan mereka, mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada mereka semua yang telah bersama selama 3 tahun terakhir, yang ditutup dengan acara perpisahan, pelukan dan tangis.

Setelah diri mereka selesai dengan emosi yang dibangunnya tadi, mereka segera berjalan ke arah lapangan dengan orang-orang terdekatnya. kembali tertawa karena guyonan-guyonan yang dibuat oleh teman-teman yang lain.

Beberapa siswa laki-laki menyalakan smoke boom berwarna-warni, menghiasi langit lapangan dengan warna-warna indah yang keluar dari benda kecil tersebut. Mereka bernanyi bersama, serta mencoret-coret baju yang dikenakannya dengan pilox serta spidol yang diberikan oleh salah satu panitia acara tersebut.

Walaupun memang bukan acara resmi dari sekolah, tetapi tetap dibuatkan panitia untuk acara hari terakhir mereka di sekolah, dan mayoritas dari panitia tersebut adalah laki-laki.

Melakukan sesi coret-coretan merupakan salah satu yang amat sangat di nanti oleh siswa akhir di Sekolah Menengah Atas. Mengenang kebersaaman yang mereka buat, masalah-maasalah yang pernah terjadi selama tiga tahun terakhir, serta mengabadikan moment tersebut dengan camera agar suatu saat dapat di kenang.

Saat semua telah selesai dengan mencoret-coret baju mereka, di ujung lapangan sekolah, ada dua makhluk tuhan yang sedang berbicara sedikit serius. Siapapun yang melihatnya, dapat dengan jelas tahu bahwa mereka sedang berbicara hal yang penting.

“Gapapa ra, ke Bandung aja.” Jawab Yoga tetap dengan senyum yang mengembang di wajah indahnya.

Hera semakin tidak enak dengan jawaban laki-laki itu, karena mereka berdua sudah berjanji akan liburan bersama saat Ujian Nasional telah usai. Menghabiskan waktu untuk pergi ke pantai, serta melakukan list yang sudah Hera buat sebelum Ujian Nasional.

“Terus list kita gimana? kan kita mau lakuin mulai minggu ini.” Jawab Hera dengan sedikit kesal, karena sang mama— baru saja memberi kabar kepadanya saat UJian Nasional telah selesai, bahwa mereka akan menetap di Bandung selama dua minggu kedepan.

“Nanti, kalau kita tetemu lagi.” Jawabnya sambil membenarkan helaian rambut Hera yang menutupi wajahnya akibat terbawa angin.

“Lamaaaaa, masih dua minggu lagi.” Yoga yang mendengar jawaban itu kembali tersenyum, sekarang, senyum yang terbentuk dari wajahnya sedikit berbeda.

“Hera, aku mau ngomong boleh?” Tanya Yoga hati-hati, ia tahu perasaan wanitanya ini sedang tidak baik sekarang.

“Yaaaa boleh, apa emang?”

“Aku izin pamit ya,” Ucap laki-laki berpostur tinggi di hadapan Hera.

Hera yang mendengar ucapan tersebut mengerutkan dahinya bahwa ia tidak paham maksud dari perkataan tersebut, “pamit?” Tanyanya masih dengan pikiran-pikiran yang berputar di kepalanya.

“Iya, aku izin pamit ya ra,”

“Pamit kemana? ke temen-temen kamu?” Tanya Hera setelah ia mengambil keputusan atas pikirannya tadi, mungkin Yoga hanya ingin pamit bertemu dengan teman-temannya yang lain sebelum lulus.

“Pamit ra, pamit dari hidup kamu. Izin ya?” Suara Yoga bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut, ia tak berani menatap mata wanitanya itu.

“Kenapa? Kamu mau kemana emang?” Ucap Hera yang tidak percaya bahwa kalimat tersebut yang akan keluar dari Yoga. Perempuan itu sedang menahan air matanya agar tidak terjatuh saat ini juga.

“Pergi ra, ke Belanda.” Jawab laki-laki itu, ia tahu wanita dihadapannya ini sedang menahan air matanya agar tidak jatuh, pun sebaliknya. Ia takut bila melihat mata wanitanya, air matanya akan jatuh juga.

“Ngapain ke Belanda? Berapa lama?” Tanyanya dengan suara yang bergetar, mereka sama sekali tidak berani mentap satu sama lain.

“Pindah ra, gatau sampai kapan, aku pindah ke Belanda sekeluarga.”

Bagaikan tersambar petir di siang hari, tubuh Hera kaku saat mendengarnya. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa laki-laki di hadapannya harus pergi, ah bukan pergi, tapi pindah ke Belanda, dan baru memberi tahunya saat hari terakhir di sekolah, dimana seharusnya mereka menghabiskan hari tersebut dengan senyuman yang terukir di wajahnya masing-masing.

“Kenapa tar, kenapa baru bilang?” Tanya Hera bersamaan dengan air mata yang terjatuh di pipi indahnya. Yoga dapat melihat air mata wanitanya jatuh.

“Maaf ra, aku gamau buat ujian kamu ke ganggu.” Balas Yoga, dan memberanikan diri melihat ke arah mata hera.

Dilihatnya mata wanita tersebut, sudah berwarna merah akibat air mata yang ia buat. Rasanya sakit sekali melihat perempuan yang ia sayangi harus menangis akibat ucapannya sendiri.

“Ra, liat aku.” Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya, dan tak berniat menengokan kepalanya ke arah laki-laki itu.

“Liat aku ya ra,” pintanya lagi, kali ini dengan suara yang amat lembut. Mati-matian Yoga menahan air matanya agar tidak jatuh saat mata mereka bertemu.

Ditatapnya perempuan itu, perempuan yang menghabiskan waktu bersamanya selama masa SMA, perempuan dengan banyak cerita, perempuan dengan senyum paling indah, dengan mata yang sangat cantik saat tersenyum, perempuan yang membuat masa SMA nya lebih berwarna karena ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya.

“Aku mau ngomong sebentar sama kamu, habis ini, kamu mau marah sama aku, silahkan ra. Tapi aku mau liat muka kamu pas aku ngomong ini.” Ucap Yoga, ia menghembuskan nafasnya berat.

“Ra, aku tahu aku jahat banget ngomong kaya gini sekarang, di hari yang harusnya kita habisin buat ketawa-ketawa sama temen-temen yang lain.” Ucap Yoga, saat ini, matanya menghadap ke arah langit sebentar untuk menahan agar air mata tersebut tidak jatuh di hadapan Hera.

“Makasih ya ra, makasih udah luangin waktu kamu selama tiga tahun buat aku, makasih udah mau hari-harinya di isi sama aku juga. Ra, aku pergi bukan berarti hati aku ikut pergi juga, hati aku tetep ada di kamu ra, aku tinggalin di sini buat kamu. Tapi maaf ya ra, maaf harus ninggalin kamu, maaf aku pamit di waktu yang kaya gini. Tiga tahun bener-bener bukan waktu yang sebentar ra, kenal sama kamu, deket, bahkan bisa sampai ada di titik ini itu salah satu hal yang paling indah di hidup aku. Maaf harus ninggalin kamu dengan janji-janji yang ada di list yang kamu buat sebelum ujian. Kata maaf emang ga bisa bikin ini semua balik kaya semula, tapi ra, aku minta maaf ya, maaf ya cantik, maaf ga bisa nepatin janji-janji kita, maaf ga bisa liat kamu masuk univ nanti, maaf ga bisa liat kamu ospek. Tapi yang perlu kamu inget, kalau kamu capek, sedih, marah, kecewa, jangan sungkan buat hubungin aku lagi ya? kalau nanti kamu ngerasa jatuh dan kecewa sama apa yang kamu dapat, inget selalu ya ra kalau aku selalu jadi pendukung kamu nomer satu dan ga akan pernah berubah, kamu paling hebat ra. Aku seneng bisa kenal kamu, Makasih dan maaf ya cantik. Sore ini aku pamit.”

Setelah selesai dengan ucapannya itu, Hera langsung memeluk Yoga, tangis yang daritadi Yoga tahan, runtuh juga saat itu. Hera menangis sambil memeluk laki-lakinya untuk yang terakhir kali.

'Sore ini aku pamit.' kata-kata itu berputar di kepala Hera, hari ini, hari terakhirnya bisa melihat wajah dengan lesung pipi yang indah, laki-laki yang selalu mendengarkan segala keluh kesah Hera, yang selalu memberi support kepadanya dalam keadaan apapun, ternyata harus pergi sore ini.

Menghabiskan waktu 3 tahun bersama dengan seseorang bukan merupakan hal yang sebentar, 3 tahun bersama dengannya membuat Hera belajar, bahwa tidak semua yang ia inginkan dapat disuarakan, bahwa setiap insan di dunia dapat berubah menjadi lebih baik.

Baginya, laki-laki itu bukan hanya sekedar pacar yang hanya dapat dia pamerkan di social media. Baginya, Yogantara adalah sosok yang dapat mengubahnya melihat dunia, melihat segala sesuatu tidak dari satu sisi, mengajarkannya mengalah dan berjuang.

Tapi pada akhirnya, Yogantara yang juga yang mengajarkannya untuk mengikhlaskan. Mengikhlaskan bahwa tidak selamanya ia akan tetap bersamanya, merelakannya pergi dari hidupnya.

Terima kasih Yogantara, terima kasih sudah mengisi masa-masa SMA ku dengan senyuman mu yang indah, terima kasih sudah pernah hadir, terima kasih atas semua waktu yang kau habiskan untukku. Terima kasih ya tara, terima kasih sudah mau pamit dan menyuarakan apa yang ada di dalam pikiranmu. Untuk keberangkatanmu nanti, maaf, aku masih belum siap untuk melihatnya. Semoga selamat sampai tujuan, Tara.

Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil sambil mendengarkan playlist lagu yang selasa putar. Baskara hanya mendengarkan Selasa yang bernyanyi di sebelahnya.

I'm sorry for the stupid shit I said. you ordered fun, I served you threats. It's probably good you left 'cause I finally admit” teriak Selasa sambil menyanyikan salah satu lagu gari NIKI yang berjudul I like u.

“Bas ayo nyanyi bareng sama aku!” Baskara menoleh ke arah selasa.

“Kamu aja, aku yang dengerin kamu nyanyi.”

Selasa yang mendengar jawaban itu pun langsung melanjutkan nyanyiannya yang tadi sempat terpotong “i like you, i like you, i like you. Sorry, i never meant to,” sambil menganggukan kepalanya kearah Baskara.

Lagu demi lagu berputar yang dibarengi dengan suara Selasa yang bernyanyi.

“Nih, minum dulu.” Suruh Baskara sambil memberikan botol minum kepada Selasa. Gadis itu hanya mengangguk sambil mengambil botol yang Baskara kasih.

“Aduhhh cape juga ternyata, apalagi mereka ya kalo konser,” ucap Selasa setela menenggak minumnya, “oh iya, makasih minumnya.”

“Yaudah istirahat dulu, nanti dilanjut lagi nyanyinya.”

“Iyaaa, eh aku mau MCD bassss, beli dulu mau ga?” Tanya Selasa setelah cape dengan nyanyianya.

“Boleh, mau makn di sana atau gimana?”

“Di mobil aja boleh gaaa? kita drive thru.” Tawar Selasa.

“Boleh Sel, di MCD deket giant ya, biar sekalian aku belok.” Jawabnya sambil mengambil arah kanan untuk belok ke arah MCD, Selasa mengacungkan jempolnya tanda bahwa ia setuju.

Tak perlu menunggu lama karena memang saat ini drive thru tidak ramai. Mereka sudah mendapatkan pesanannya yangg di mana Selasa membeli panas spesial sedangkan Baska membeli double chesseburger.

“Mau parkir dulu ga? biar kamu bisa makan juga.” Tawar Selasa.

“Ga usah, kamu makan aja, aku masih belom laper kok.”

“Dihhh yaa tetep aja makan.” Suruh Selasa sambil memuka saos. “Ini aku makan dulu, nanti kalo udah selesai mobilnya biar aku yang bawa, gantian kamu yang makan.”

“Gausah cantik, aku masih belom laper serius.” Tolak Baskara yang sedang mengendarai mobil, “lagian bentar lagi juga sampe kok.”

“Ya sama ajaaaaa, lagian ini kalo udah adem ga enak.”

“Iya nanti aku makan sambil nungguin kamu Sel.” Jawabnya yang diberi anggukan lagi oleh Selasa.

“Awas ya ga makan, aku cekek kamu.” Baska yang mendengar itu hanya bisa tertawa, gadis di sampingnya itu selalu bisa membuat harinya lebih seru.

Tak butuh waktu lama, mereka sudah berada di tempat yang dituju. Selasa sedang menunggu sebentar di kursi tunggu bersama Baskara sampai akhirnya ada seorang wanita yang memanggilnya untuk mengajak ke tempat duduk dimana ia akan menghias kukunya.

“Kamu kalo bosen samper aku yaaa.” Ucap Selasa sebelum ia pergi menghampiri wanita itu.

“Iya cantik, udah sana samperin dulu.”

Baskara menunggu Selasa dengan memperhatikan gadisnya itu dari tempat duduknya. Sambil sesekali membuka ponselnya yang mendapatkan pesan dari teman-temannya untuk mengajaknya untuk keluar.

Ia mematikan ponselnya setelah mejawab bahwa saat ini ia tidak bisa, dan ia akan menyusulnya nanti saat setelah mengantar selasa pulang. Ia kembali memperhatikan Selasa dan ternyata saat ini, orang yang ia perhatikan menoleh ke arahnya.

“Kenapa?” Tanya Selasa tanpa suara karena tidak ingin mengganggu yang lain.

“Gapapa.” Jawabnya tanpa suara juga.

“Ohhhhh, lama yaa? tunggu sebentar lagiiii yaaaa.” Balasnya sambil memamerkan giginya.

“Engga, iya gapapa sel.”

Setelah menunggu sekitar setengah jam dari percakapan mereka tadi, akhirnya Selasa selesai dan menghampiri Baskara yang masih setia memperhatikan setiap gerak gerik Selasa.

“Liat deh, bagus kaannnn.” Ucap Selasa sambil menggerak-gerakan jarinya yang sudah terhias dengan rapih.

“Coba aku mau liat, jangan gerak-gerak jarinya.” Pintanya, Selasa langsung berhenti menggerak-gerakan jarinya yang sekarang Baska sudah bisa lihat dengan jelas. “Bagus, lucu banget pas udah jadi.” Ucapnya.

“Iyaa mbanya keren bgt dah buatnya, mau sungkem aku jadinya HAHAHAHA.” Baska yang mendengar itu pun ikut tertawa bersama.

Ini merupakan salah satu dari banyaknya hal yang amat ia sukai dari diri Selasa, Selasa yang selalu membuat hari-hari Baska menjadi lebih terisi dengan ocehan-ocehan yang keluar dari mulutnya.

Mereka sedang memasuki rumah laki-laki itu, rumah dengan luas 1500 M² yang di kelilingi dengan halaman yang sangat luas.

Ini kali ke-tujuh Selasa main ke rumah Baskara, dan perempuan itu masih amat takjub dengan luasnya rumah laki-laki itu. Rumah sebesar ini hanya di tempati oleh ia dan mama nya, dan terkadang kakak perempuannya yang datang sebulan sekali karena sedang menempuh pendidikan di Jerman.

Pagi ini jam masih menunjukan pukul 10.12. Mereka berjalan masuk ke ruang tamu yang sudah di tunggu kedatangannya oleh mama Baska.

“Halo cantik!” Sapa mama baska di ruang tamu, “Lama banget ih mama ga liat kamu.”

“Halo mah, gimana, sehat?” Tanya selasa menghampirinya.

“Sehat dong, kamu sehat juga kan?”

“Sehat mah.” Jawabnya sambil tersenyum. Baska hanya tersenyum saat melihat dua wanita yang ia sayangi bertemu kembali.

“Kak sora kapan pulang mah?” Tanya baskara.

“Minggu depan, kamu ga nanya emang?”

“Engga, aku lupa.”

“Kebiasaan,” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya, “Kesana yuk sel, mama mau ajak kamu bikin cake.” Ajaknya ke arah dapur.

“Ayo mah!! Udah lama ya kita ga bikin cake lagi.”

“Iya, terakhir sebelum mamah ke jepang ya?” Tanyanya, itu sekitar 1 bulan yang lalu saat kali ke-lima selasa main ke rumah baskara.

“Iyaaa, makanya udah kangen banget.”

“Nah ayo bikin! Bas kamu tunggu aja ya, jangan ikut-ikutan, mamah mau sama selasa dulu.”

“Iya mah, nanti kalau udah, selasanya aku pinjem yaa!” Pinta baskara yang dihadiahi tawa oleh mama serta selasa.

Mama Baskara dan selasa sedang asik membuat kue stroberi di dapur sambil sesekali menertawakan hal-hal yang mereka bicarakan. Baskara hanya menyaksikan mereka dari sofa sambil sesekali tersenyum.

“Apalagi pas Baska cerita ke mama pas dia awal-awal suka sama kamu, aduhhhh setiap hari ngomongnya cuma ‘mamah, Selasa hari ini pulang naik ojek lagi’ ya ampunnn mamah sampe geleng-geleng sel dengernya.”

“Hah Baska ngomong gitu mah?” Kaget selasa saat mendengar hal tersebut.

“Iyaa sel, sampe mama bilang ‘ya kamu samperin bas, kamu anterin pulang, jangan cuma ngomong sama mama’ nahh dari situ tuh dia mulai berani ajak kamu pulang bareng.”

“Ooohhh hahahaha.” Tawa selasa yang membuat Baska menoleh ke arah mereka.

“Tuh anaknya ngeliatin kesini.” Bisik mama Baska pada Selasa sambil melihat ke arah Baska.

“Ngomongin aku ya?” Tanya Baska di duduknya.

“Enggaaa, pede banget kamu.” Jawab Selasa sambil menuangkan gula.

Mama memasukan adonan kue yang sudah jadi ke dalam oven dan menunggu sekitar 30 menit agar adonan tersebut matang.

Sambil menunggu, mereka bertiga menghabiskan waktunya untuk berbincang-bincang tentang hal-hal yang sudah di lalui selama sekolah.

“Oh iya abis ini aku mau ajak selasa ke supermarket ya ma.”

“Kapan? nanti aja dong sorean, kan baru abis bikin cake.”

“Iyaudah sore, nanti jam 3 aja.” Jawab Baska.

“Iya boleh, emang udah bilang selasa?”

“Belom sih,” jawabnya sambil memamerkan giginya. “Mau ga sel?” Tanyanya pada Selasa.

“Ya mau ajaa bas.”

“Oke nanti jam 3 ya mah.” Ucap Baska.

Di sela-sela obrolan mereka, oven telah berbunyi yang menandakan bahawa isi dalam oven telah matang. Mama Baska segera membuka oven dan mengambil adonan yang menjadi bolu.

Selasa membantu mengangkat bolu yang akan di pindahkan ke tempat untuk diberi hiasan stroberi serta whipped-cream.

Selang 15 menit, kue stoberi yang mereka buat telah jadi. Selasa mengambil gambar cake tersebut dan mengunggahnya di instagram story.