Pensi tahunan sekolah kali ini ramai dikunjungi siswa-siswi SMA Nusa Bangsa dan beberapa anak dari sekolah lain yang memang datang untuk melihat.
Osis dan panitia pensi sibuk mengurusi keperluan demi berjalannya pensi hari ini. Ada yang menjaga booth, gate masuk, serta mereka yang berada di belakang layar panggung.
Kale datang bersama dengan dua teman sekelasnya, karena Alia sedang sibuk mengurus acara ini sejak sebulan yang lalu bersama dengan Hail dan yang lainnya.
“Kal, lu nanti mau ikut ke depan, apa tetep di sini?” tanya Melani, salah satu teman Kale yang sedang bersamanya, “soalnya gue mau ke depan,”
“Belum tau sih, Mel, nanti deh sambil gue pikirin, kalau lu Fir?” Ucap Kale.
Safira yang ditanya langsung menjawab tanpa berpikir, “gue ikut Melani, Kal. Ayo ikut aja ke depan, biar jelas liatnya,”
“Nanti deh, gue kabarin Alia dulu,” jawab Kale, karena ia sudah memili janji bersama Alia akan bertemu di booth foto.
Hari semakin sore dan semakin banyak yang datang untuk sekedar melihat booth yang ada atau berniat menonton pertunjukan yang telah mereka susun.
Kale memutuskan untuk ikut bersama Melani dan Safira ke depan karena Alia memberi tahu kepada dirinya bahwa tidak bisa bertemu di sana nanti.
Selama Kale berada di acara ini, ia baru melihat Hail satu kali secara sekilas, karena laki-laki itu sedang sibuk di belakang sana.
Sudah tiga hari sejak Hail semakin jarang membalas pesannya. Mungkin memang selama tiga hari itu pula ia benar-benar sibuk mengurusi pensi. Tapi kata Alia .... sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan.
Kale melihat Hail yang muncul dari belakang panggung dengan seragam panitia, membawa beberapa tumpukan kertas lalu kembali masuk ke dalam ruangan yang hanya bisa di masuki oleh panitia pensi.
Acara telah dimulai sejak tujuh belas menit yang lalu, tempat yang disediakan sudah terisi dengan penuh. Pembukaan diawali oleh sambutan Kepala Sekolah, Ketua OSIS, serta Ketua Pensi, lalu penambilan dari salah satu anak sekolah Nusa Bangsa yang bersedia untuk mengisi pembukaan pensi ini.
Seluruh siswa yang datang menikmati pensi dengan caranya masing-masing, ada yang senang karena banyak sekali makanan yang berada di booth luar, ada yang senang karena dapat bertemu idolanya, atau ada yang senang karena datang bersama orang yang terkasih.
Sudah pukul delapan malam dan pensi belum kunjung usai, Kale berkali-kali mengecek ponselnya barang kali Hail mengiriminya pesan, karena sejak tadi pun ia sudah bisa bertukar pesan dengan Alia.
Masih belum dapat balasan sejak terakhir kali Kale mengirimnya pesan pada pukul tujuh malam yang berisikan memberitahu dimana posisi gadis itu barang kali Hail ingin bertemu dengannya.
“Kal, gue sama Fira mau keluar, lu mau ikut ga?” tanya Melani cukup keras, karena banyaknya suara yang keluar di tempat ini.
“Kemana?”
“Makan, laper anjir dari tadi belum makan,” sahut Safira memegangi perutnya.
“Tapi gue udah ngabarin Hail lagi di deket sini, gimana ya?” pikir Kale, sebenarnya dirinya pun sudah menahan lapar sejak tadi.
“Lah? gue liat Hail tadi jalan ke depan, coba dah kali aja kalau lu ke depan juga ketemu sama dia,” kata Melani, “gimana?”
Kale melihat ponselnya sekali lagi, lalu mengetik pesan kepada Hail bahwa dirinya akan pindah ke luar untuk mencari makan.
“Ya udah, ayo!”
Semakin malam semakin banyak yang datang, dan semakin terasa lebih menyenangkan. Kale membeli satu mangkuk ramen serta segelas teh ocha dan duduk di meja yang menghadap ke jalan.
Kale sibuk dengan ponselnya karena Alia terus mengirim pesan kepadanya, memberi tahu bahwa Hail mencarinya sejak tadi karena laki-laki itu lupa menaruh ponselnya.
Dengan cepat Kale mamberi tahu Alia bahwa ia sedang berada di tempat makan bersama dengan Melani dan Safira, dan meminta tolong kepada Alia agar memberitahu Hail sesegera mungkin.
Hail yang sudah mengetahui dimana gadisnya berada langsung menghampirinya, membuat Kale yang sedang makan langsung berdiri karena melihat Hail yang kelelahan akibat terburu-buru.
“Duduk duduk,” Kale memberikan satu kursi kepada Hail, “ngapain lari-lari?” tanyanya sambil memberikan Hail minum.
“Aku nyariin kamu,”
“Iya, kan aku juga udah ngabarin, hp kamu di mana? Masih belum ketemu?” Hail menggelengkan kepalanya.
Safira dan Melani yang merasa canggung karena kedatangan Hail segera pindah ke meja sebelahnya.
“Makan udah?” tanya Kale sambil menyodorkan mangkuknya.
Hail mengangguk, “udah, aku ga bisa lama-lama, soalnya acara masih belum selesai. Kamu mau pulang nanti atau gimana?”
“Belum tau sih, kenapa?”
“Kalau kamu mau di sini sampai acara selesai, pulangnya sama aku aja, tapi kalau emang udah mau pulang, biar aku suruh Dehan anter kamu,” jelas Hail karena ia tidak bisa mengantar gadisnya pulang.
“Acara selesai kapan sih?”
“Satu jam lagi,”
Kale melihat jam di ponselnya, “aku tunggu aja, biar kita pulang bareng,”
“Gapapa?” tanya Hail, suaranya lebih terdengar ceria.
“Ya gapapa, aku tunggu di sini ya tapi, nanti kalau hp kamu udah ketemu, kabarin aku, atau kamu kabarin lewat Alia,” suruh Kale sambil menyuapkan satu suapan ke mulutnya.
“Okay, hp aku kayanya ada di ruangan panitia, tapi ga tau dimananya, yaudah aku masuk dulu ya, Kal,” kata Hail sambil mengacak-acak rambut Kale, “makan yang banyak, love you,“
Setelah pensi selesai, Hail menghampiri Kale yang masih setia pada duduknya sambil bermain ponsel, keadaan sekitar sudah tidak terlalu ramai karena Hail beru saja menghampiri Kale dua puluh menit kemudian.
“Maaf ya lama,” ucap Hail saat Kale melihatnya.
“Engga, ah,” balasnya, “ini mau langsung? Atau?”
“Langsung aja, udah malem soalnya,” Hail menggandeng tangan Kale sambil berjalan menuju parkiran mobil yang sudah dapat dipastikan akan ramai.
Menunggu selama dua puluh menit di dalam mobil sampai akhirnya mereka sudah bisa keluar dari parkiran menuju rumah Kale.
Jalanan malam ini cukup lenggang. Kale memutar lagu Remaja – HIVI mengisi keheningan mereka. Hail terlihat lelah, wajah laki-laki itu tidak bisa berbohong.
“indahnya kisah kasih kita di masa remajaaa,” Kale bernyanyi dengan semangat, padahal sebelumnya ia pun sudah ikut lelah sama seperti Hail.
“Ayo ikut nyanyi,” ajak Kale agar Hail tidak mengantuk.
“Tiada masa-masa yang lebih indah dari masa remajaaa,” Kale kemabali menyanyi dengan semangat, membuat Hail tersenyum dan ikut melantunkan kalimat selanjutnya.
“Seakan dunia, milik berdua,” ucap mereka secara bersama kemudian tertawa.
Memutar beberapa lagu sepanjutnya, seperti Cantik – Kahitna, Teman Hidup – Tulus, sampai lagu terakhir mereka yaitu I Love You 3000 – Stephanie Poetri. Karena mobil milik Hail sudah berhenti tepat di depan rumah Kale.
“Kamu nanti langsung tidur ya,” suruh Kale sebelum gadis itu keluar, “tapi mandi dulu, terus besok istirahat aja jangan kemana-mana, minum vitamin jangan lupa, biar ga drop,” oceh gadis itu dari duduknya.
Hail mengarahkan tangan kanannya membuat hormat, “siap, cantik.”
“Yaudah, kamu hati-hati pulangnya,” balas Kale sambil membuka seat belt.
“Kal,” Hail menahan tangan gadis itu.
“Kenapa?”
Hail mengarahkan tangannya ke arah kursi belakang meraba-raba mencari sesuatu.
“Nih,” ia memberikan sebuah paper bag berwarna pink dengan pita di depannya.
“Apa?” tanya Kale sambil menerima paper bag.
“Journal?” ucap Kale lagi setelah melihat isi di dalamnya.
Hail mengangguk dengan cepat, “di isi ya, kamu mau kemana, mau ngapain, mau lakuin apa, pokoknya kamu isi semua yang ada di kepala kamu,” suruhnya membuat Kale tersenyum.
“Serius?”
“Iya, nanti kalau udah di isi, kamu kasih tau aku, biar kita lakuin semuanya bareng-bareng,” kata Hail membuat mata Kale terbelak.
“Sumpah?”
“Iyaaaa,” jawabnya sambil mengacak-acak rambut Kale. “Sana masuk,” suruh Hail.
Bukannya masuk, Kale malah memeluk Hail dengan senyum yang sangat lebar, ia sangat senang malam ini, terlebih dengan apa yang terjadi barusan.
“Bentar, aku mau peluk kamu sebentarrrrr aja,” kata Kale masih dengan posisi memeluk Hail.
Hail mengusap punggung gadisnya dan mengelus rambut indah milik Kale, wangi gadis itu sangat ia suka. Hail betah berlama-lama seperti ini bersama dengan Kale.
“Kangen,” ucap Kale.
“Aku juga,”
“Akhirnya kita bisa main lagi,”
“Maaf ya, kemarin-kemarin aku ga bisa nemenin kamu main,” jawab Hail.
Kale sontak mengeleng dengan kuat, “kata siapa? Kamu selalu nemenin aku tau,”
“Kan aku sibuk,”
“Ih udah ga usah dibahas, anggep aja kemarin-kemarin belum liburan,” ujar Kale dengan menatap wajah Hail dan mengeratkan pelukannya.
Melihat wajah gadisnya disaat seperti ini membuat hatinya menjadi lebih tenang, rasa lelah yang sebelumnya ia rasakan seperti mendadak hilang karena pelukan dari seseorang yang ia sayangi.
Hail membiarkan Kale memeluk dirinya sampai Kale sendiri yang ingin melepaskannya.
“Udah deh, kasian kamu mau istirahat,” Kale melepas pelukannya.
“Padahal gapapa, sekarang juga aku lagi istirahat,”
“Yeh, lain. Aku masuk ya, kamu pulangnya hati-hati,” Kale berpamitan kepada Hail.
Sebelum Kale keluar dari mobilnya, Hail kembali memeluk Kale kemudian mengecup kening gadisnya, membuat diri Kale terasa membeku.
Kale yang masih setengah sadar atas apa yang baru saja terjadi segera mengerjapkan matanya.
“I love you,” ucap Hail kembali mengacak-acak rambut Kale, “sana masuk. Lusa aku ke rumah ya, mau liat kamu udah isi apa aja di journal nya,”
Malam ini benar-benar menjadi malam paling indah selama malam-malam yang pernah dilalui oleh Kale dan Hail. Hati keduanya berbunga-bunga melebihi saat pertama kali mereka mengutarakan perasaannya. Malam ini rasanya beribu-ribu kali lipat jauh lebih bahagia.
Selamat datang liburan!
Liburan yang selama ini mereka nantikan satu sama lain untuk mengisi waktu luangnya secara bersama.
Selamat bersenang-senang.
Selamat menikmati masa muda di umur tujuh belas tahun.