udah malem, dingin.

Zetta menghampiri Shabil yang berjalan menjauh dari kerumunan tersebut, “Bil, Bil, Billlll, kacoooo, lo kenal dia?” Tanya Zetta yang sudah dipastikan jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

“Siapa yang lo maksud?”

“Itu yang ngasih hp-nya ke lo, kenal?”

“Hahahaha ya kenal lah, deket malah.” Shabil menjawabnya sambil tertawa, “kenapa emangnya? cakep?”

“Bukannnn, ih serius Bil gueee,”

“IYA ZETTA GUE JUGA SERIUS.”

“Dia pacar lo kahhhh?” Tanya Zetta dengan hati yang tak tenang.

Shabil yang mendapatkan pertanyaan tersebut cukup kaget, “HAH? PACAR? SIAPA? GUE? PACAR DELTA? YAKALIIIIIII.” Teriaknya yang langsug dibekap oleh Zetta.

“Jangan teriak-teriak sableng, santai aja ngomongnya. Serius Bil dia siapa lo anjir.”

“Sepupu gueee, bunda nya dia kakak mama gue. Kenapa lo nanya-nanya? Suka lo yaaa?” Tanya perempuan itu sambil memberikan senyum mencurigakan.

“Pala lo,” sabutnya tidak terima, “eh Bil, gue balik yaaa.” Lanjutnya.

“Lahhh?? kenapa lo? tadi asik-asik aja perasaan.”

“Gapapa, gue udah ngantuuuukkk bangetttttt, oke okee? BYEEE SHABILLLL, HAPPY BIRTHDAYYYYY.” teriaknya sambil meninggalkan Shabil yang kebingungan akibat tingkahnya.

Zetta benar-benar berada di luar sekarang, dan ia lupa untuk mengabari Geya atau Jio yang masih berada di dalam. Apes sudah nasib gadis itu, terlebih lagi ponselnya yang sudah mati dan sekarang jam sudah menunjukan pukul sebelas malam.

Dua menit.

Lima menit.

Sepuluh menit.

Gadis itu sudah menunggu di depan, berharap Geya dan Jio sadar bahwa ia sudah tidak ada di dalam dan segera menuju keluar. Padahal bisa saja ia masuk ke dalam hanya sekedar untuk mencari Geya dan Jio, tepai apa boleh buat, Zetta tetap Zetta yang sudah bulat dengan keputusannya bahwa ia tidak akan masuk ke dalam yang kemungkinan besar membuat gadis itu bertemu dengan Delta.

Ia mengerutuki dirinya yang tidak mau mengambil power bank miliknya yang tertinggal di dalam mobil jio. Terhitung sudah lima belas menit ia berdiri di depan seperti seorang anak kecil yang kehilangan orang tuanya di taman bermain.

“Belum balik?” Tanya seseorang dari belakang Zetta. Delta, suara itu suara Delta.

“YA TUHAN.” Yang ditanya malah kaget akibat suara yang beru saja keluar dari keheningan.

“Eh sorry sorry, kaget ya?”

“Nanya?” Balas Zetta.

“Engga. Lo mau pulang?” Tanya Delta.

“Nanya lagi?”

“Engga.”

“Itu jelas-jelas lo nanya.”

Yang diajak bicara hanya tertawa mendengar jawaban dari lawan bicaranya. “Mau pulang?” Tanyanya lagi.

“Menurut lo? gue disini mau ngamen gitu?”

“Engga sih,”

“Yaudah, ngapain nanya kalau udah tau jawabannya.” Jawab Zetta yang sebenarnya ia sedang menahan malu.

“lagi nunggu Taxi?”

Hening. Tidak ada jawaban dari gadis itu.

“Bawa mobil?”

Lagi dan lagi, gadis itu tidak menjawabnya.

“Dompet lo ketinggalan?”

DANG. Benar sekali ucapan laki-laki di sampinya itu.

“Atau.... hp lo mati?”

BENAR LAGI. Zetta hanya bisa bergumam dalam hatinya ‘Ini orang dukun kahh?? kok bisa tauuu.’

“Kalau diem, kayanya bener antara hp lo mati atau dompet lo ketinggalan.” Ucap Delta sambil mengeluarkan ponselnya.

“Lo ngapain di luar gue tanya?”

“Mau aja, ga boleh? ini kan tempat umum.”

“Boleh, ga ada yang bilang ga boleh juga.” Jawab Zetta yang sejak tadi sama sekai tidak mengalihkan pandangannya.

“Mau pulang ya, Ta?” Tanya laki-laki itu.

“Dibilang jangan so akrab manggil-manggil nama.”

“Mau pulang? Gue mau pulang juga. Kalau lo ga keberatan, sini gue anter aja, udah malem soalnya.” Ajak Delta sambil mengeluarkan kunci motornya, “tapi gue naik motor gapapa?”

“Pulang tinggal pulang, kenapa ribet banget.”

“Ga ribet, ini gue nawarin lo, soalnya udah malem juga. Mau ga?” Yang ditanya tetap diam tidak menjawab, “kalau lo ga jawab, tandanya ‘iya’ kan?”

“Apaan sih, gak, lagian ga mau balik sama lo.”

“Iya, ini gue yang nawarin diri. Udah malem, Ta, ayo bareng aja.” Ajak delta, “bentar bentar, bunda gue call.”

Zetta mendengarkan percakapan antara ibu dan anak itu. Ralat. Tidak mendengarkan tapi terdengar. Bagaimana bisa laki-laki itu bilang bahwa ia sedang bersama Zetta, yang mana saat sebelum telepon itu terputus, sang bunda bilang “Kamu anterin dia pulang dulu ya kak, harus sampai depan rumahnya, karena ini sudah malam.”

Setelah telepon terputus, Delta segera menghampiri Zetta yang masih setia pada tempatnya. “Ayo, Ta. Tadi denger kan kata bunda gue.”

“Ya lo lagian ngapain bilang lagi sama cewek?”

“Kan emang gue lagi sama cewek, terus bunda minta anterin lo dulu baru gue boleh pulang.” Kata laki-laki itu dengan santainya.

“Ih ribet deh lo, yaudah ayo. Ini karena bunda lo aja ya, bukan gara-gara lo ngajak gue pulang.” Jawab gadis itu sambil berjalan meninggalkan Delta.

“Ta,” panggil laki-laki itu.

“Apa lagiiiiii?”

“Kesini Ta, buka sana.” Tunjuk laki-laki itu ke salah satu motor yang sedang terparkir rapi disana.

“Nih,” Delta memberikan jas yang ia gunakan kepada Zetta, yang dikasih hanya bisa menatap heran.

“Buat dipake Ta, ini kan udah malem, dingin. Itu baju lo bisa bikin masuk angin kalau ga pake jas gue.” Ucapnya kesekian kali yang membuat Zetta hanya bisa terdiam dengan semua kalimat yang keluar dari mulutnya.

“Ta, sorry ya,” kata laki-laki itu sambil menaruh jas nya pada tubuh Zetta, “lo diem aja soalnya. Ayo naik.”