si kaos hitam

Aku duduk dengan sedikit cemas, takut-takut Hail sudah berada di dalam cafe ini. Terlebih lagi pakaianku saat ini sangat sangat santai seperti ingin ke pantai.

Benar saja, setelah semenit yang lalu aku merapihkan rambutku, dia datang dengan kaos hitam polos, celana jeans dan sendal jepit, benar-benar lebih santai dariku ternyata.

“Kal,” sapa Hail, untung saja dia yang menyapaku duluan.

“Sini Il,” suruhku, agar dia duduk di hadapanku. Sebenarnya saat ini jantungku ingin meledak, kalau bisa terdengar pun sudah pasti suaranya sangat kencang dan cepat, karena malihat Hail di hadapanku dengan baju santainya, dan kami duduk berdua di cafe tanpa ada tujuan yang jelas.

“Emangnya tadi abis dari mana?” tanyaku, padahal aku sudah menanyakannya di pesan singkat kami tadi.

“Rumah temen, Kal. Lo dari tadi?” Kelihatannya dia benar-benar santai sekali berhadapan denganku.

“Lumayan sih, bentar lagi juga pulang soalnya ada tugas.”

Hail hanya menggangguk, aku sampai lupa menawarinya minuman, “eh iya, Il, mau pesen ga?”

“Ga usah Kal, lo bentar lagi juga mau pulang kan?” tanya dia padaku sambil membenarkan rambutnya. Demi Tuhan, dia merapihkan rambutnya tapi kali mengacak-acak jiwaku.

“Loh ya gapapa, kan gue tungguin.” balasku, sebenarnya aku sangat ingin teriak sekarang juga.

“Nanti lo pulangnya kelamaan. Lo naik apa tadi?”

Ya tentu saja aku naik abang gojek kesayanganku, kemana-mana aku selalu menggunakannya, “naik gojek, soalnya gojek teman baikku.”

Hail tertawa, dia tertawa daaannn tawa itu benar-benar manis sekali, aku ingin meleleh karenanya. Oke aku tau ini hiperbola.

“nanti pulang sama gue aja, lumayan hemat ongkos.” Ajaknya, sumpah manusia satu ini bisa tidak diam sebentar dari hatiku, aku benar-benar ingin teriak sekencang-kencangnya kalau saja aku berada di kamar.

“Kasian bensin lo dong?” Tidak masuk akal Kale!

“Kan searah Kal, kenapa harus kasian? Mau ga?” Ajaknya lagi, Hail benar-benar tidak patah semangat sampai mendapatkan jawaban.

“Gue ga bawa helm, seriusss gue ga bawa helm, jadi ga bisa pulang bareng.” Kataku sambil mengambil kopi dihadapanku dan meminumnya.

“Gue kan ga bilang kalau kita naik motor?” Ya tuhan Kaleeeeee, berarti Hail bersama mobilnya? Itu tandanya berarti aku tidak membutuhkan helm untuk pulang dan tidak ada alasan untuk menolaknya.

“Berarti bisa kan?” tanya Hail kepadaku sekali lagi, memastikan.

Mau tidak mau, aku mengiyakan ajakannya. Sebenarnya aku senang sekali pulang bersamanya, tapi untuk kali ini aku mau sendiri karenaaaa dia sangat ganteng dengan pakaian yang ia kenakan, aku tidak tahan bila harus melihatnya lebih lama lagi.