Serius, Mah?
Saat ini, Selasa sudah duduk di meja makan bersama dengan mama yang sedang menyiapkan makannya. Sore ini menjadi salah satu sore yang indah baginya karena bisa makan bersama mama.
“Tumben mah pulang cepet,” ucap Selasa sambil memperhatikan mamahnya yang sibuk dengan piring-piring ditangannya.
“Lagi ga sibuk, Sel.” Jawab Mama Selasa menghampiri meja makan. “Abang kamu belom pulang ya?” Tanyanya lagi.
“Belom mah, biasanya jam 7 baru pulang.” Mamanya mengangguk paham.
Mereka memakan bersama masakan yang dibuat oleh mamahnya sambil berbincang-bincang seputar bagaimana keadaan di sekolah, nilai-nilainya serta Selasa yang sedikit menceritakan Baska kepadanya.
“Masih suka pulang bareng emangnya, Sel?” Tanya mamanya.
“Ya masih mah, ini aja tadi aku pulangnya bareng Baska.” Jawabnya sambil mengambil minum yang berada di depannya.
Mereka kembali menyantap makanannya yang berada di depannya itu, menghabiskan waktu 10 menit hingga semuanya selesai makan.
“Sel,” panggil mamanya.
Selasa yang ingin beranjak dari duduknya pun terenti, “iya mah kenapa?”
“Kamu mau ngapain sekarang?”
Selasa befikir sejenak, “hmmm, ga ngapa-ngapain sih mah, kenapa emang?”
“Mama mau ngomong sama kamu, sibuk ga?”
“Engga lah, dimana? disini?” Tanya Selasa sambil menunjuk meja makan, mamanya menjawab dengan anggukan. Selasa kembali duduk di kursinya.
“Kamu mau lanjut kuliah kemana?” Ucap mamanya membuka percakapan.
“Ke UPNVJ, doain ya mah.” Pinta Selasa sambil memamerkan gigi-giginya.
Mama Selasa tersenyum menanggapi jawaban selasa, “Jurusan?”
“Komunikasi.”
“Bagus,” Jawab Mama.
“Iyakan aku jug—”
Potong mamanya, “tapi menurut mama lebih bagus kuliah di Belanda, Sel.”
“Hah? ngapain Belanda dibawa-bawa? jauh banget Belanda.” Kata Selasa dengan dahi yang mengerut bingung.
“Kamu kuliah di Belanda aja, lebih bagus.” Suruh mamanya, Selasa terkejut tidak mau mendengar ucapan mamanya barusan, aneh sekali, Ia baru pertama kali menanyakan Selasa tentang masa-masa SMA nya setelah perempuan itu berada di tingkat akhir, lalu dengan tiba-tiba menyuruhnya melanjutkan kuliahnya di Belanda.
“Gak, ga ada Belanda Belanda, aku mau di UPN.” Ucap Selasa berdiri dari duduknya ingin menuju kamarnya.
Mama Selasa menahan tangan anak perempuannya itu, memintanya untuk tetap berada diposisinya, “apa lagi? kalau cuma mau ngomongin kuliah, aku udah bilang tadi, aku cuma mau di UPN.” Kata Selasa.
“Dengerin Mama dulu Sel, kamu jangan main naik ke kamar, kaya anak kecil aja.” Balas Mamanya, Selasa yang mendengar itupun langsung terhenti.
“Iya apa? Coba mama mau ngomong apa? Kasih tau aku sekarang.” Pinta perempuan itu.
Mama Selasa menarik napasnya sebelum mengatakannya kepada anak perempuannya itu, “Mama cuma mau kamu kulaih di Belanda.”
Selasa menggelengkan kepalanya tidak percaya, “aneh banget, mama suruh aku pulang cepet cuma buat ngomongin ini. Bener-bener aneh. Ngapain ke Belanda coba? ada apa emang?”
“Mama udah pikirin ini mateng-mateng Sel, kamu kuliah disana, kakak kamu bakalan kerja disana juga, begitupun mama.”
“Iya tapi cuma mama kan yang mikirin ini, mama ada ga ajak aku sama kakak buat ikut ngebahas ini? engga kan?” Ucap Selasa menahan air matanya, “mama cuma taunya kerja kerja kerja, iya okay mungkin karena kita hidup cuma bertiga jadi mama mau anak-anaknya hidup dengan berkecukupan, tapi engga gitu mah, aku sama kakak juga mau diperhatiin kaya yang lain, mama jarang ada waktu buat aku sama kakak.” Air mata perempuan itu terjatuh.
“Sekarang aku tanya, kita ke Belanda itu karena mama ada kerjaan disana kan? iya kan?”
Mama Selasa hanya mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut putrinya.
“Aku seneng mama hari ini ada di rumah, aku seneng bisa makan bareng lagi sama mama sambil ngobrol-ngobrol, karena aku juga ga tau udah berapa lama kita ga makan bareng sambil ngobrol kaya tadi. Tapi kalau emang tujuan mamah cuma buat ngomong ini, maaf ya mah, Selasa ga bisa.” Ucap Selasa.
“Bisa ataupun ga bisa, kita tetep harus berangkat ke Belanda, Sel.”