sepatu gue udah bener

Berlin segera turun dengan rambut yang masih berantakan belum tersisir, dengan laptop di tangan kanannya dan tas yang biasa ia gunakan di tangan kirinya.

Memesan taxi online disaat seperti ini sepertinya akan membuang waktu yang cukup lama, tetapi tetap dilakukan oleh gadis itu.

Tiga menit menunggu, masih tidak ada satupun yang mengambil pesanannya, sepertinya pagi ini kota jakarta tidak bersahabat dengannya.

Berlin memutuskan untuk berjalan ke depan jalan raya, berharap ada taxi yang dengan tiba-tiba muncul di hadapannya.

“Please, kali ini aja Ibu Peri, ada taxi yang lewat dong, ini udah mepet banget sama kelas.” Doa Berlin di dalam hatinya.

Dan sepertinya Ibu Peri benar-benar mengabulkan doanya secara cepat, ternyata walau jakarta tidak bersahabat dengannya, Ibu Peri masih setia mengabulkan doa-doanya.

Ada satu taxi yang entah dari mana tiba-tiba berhenti di hadapannya, “Pak, ke kampus ya,” suruh Berlin ketika dia membuka pintu mobil itu.

“Eh, neng, maaf banget, bapak udah dipesan sama orang,” jelas supir taxi itu.

Wajah Berlin menjadi merah akibat perkataan supir taxi barusan, ia meminta maaf dan segera menutup pintu mobil.

Dari arah belakang, mobil hitam dengan tulisan 'Range Rover' di bagian depan mendekati Berlin yang masih setia berdiri menunggu taxi yang datang.

“Berlin,” sapa orang yang berada di dalam mobil.

Berlin yang merasa namanya dipanggil pun sudah pasti menoleh ke sumber suara, gadis itu terkejut setelah melihat bahwa tetangga apartmentnya yang memanggil dia dari dalam mobil.

“Mau berangkat kuliah kan? Bareng aja sini,” ajak Isac dengan cepat, lelaki ini sudah yakin bahwa Berlin pasti ingin menuju kampus, terlihat dari pakaian yang ia gunakan dan barang bawaan yang dibawanya.

Berlin tetaplah Berlin, dia menolak tawaran laki-laki itu hanya karena masalah sepatu waktu itu, “gausah, gue bisa nunggu taxi.” Tolaknya.

“Mepet banget Lin, nanti telat yang ada ga bisa masuk kelas,”

Berlin tidak menghiraukan ajakan laki-laki itu, ia masih berdiri teguh pada perkatannya.

“Serius ga mau?”

“Engga, udah sana berangkat aja,” usir Berlin.

Lelaki itu kemudian tersenyum, “tenang aja Lin, sepatu gue kali ini lagi ga diinjek, ayo bareng aja, hitung-hitung gue mau berterima kasih sama Ibu lo yang udah kasih gue makanan waktu itu.”

“Ayo, bentar lagi telat,” ajak Isac lagi karena Berlin masih belum bergerak.

Dengan sangat terpaksa, gadis itu berjalan menghampiri mobil Isac, dan duduk di sebelah laki-laki itu.

“Nih kalau ga percaya, gue pake sepatunya bener kan?” Pamer Isac kepada Berlin sambil mengangkat sedikit kakinya, menunjukan kepada gadis itu bahwa ia benar-benar menggunakan sepatunya dengan benar.