november, 2020.
Malam ini pukul setengah delapan banyak sekali muda mudi yang keluar memenuhi jalanan sekedar untuk menghilangkan penat selama lima hari yang telah dilalui atau ingin bertemu dengan teman-temannya, kumpul bersama keluarga atau bisa saja seperti dua anak muda yang sekarang sudah duduk di warung kopi tempat biasa Ragil berkumpul bersama Bima.
“Mang, kopi hitam satu,” Ragil mengatakan pesananya kepada pemilik warung kopi, “lu, Le?” lanjutnya sambil melihat Jule.
“Kopi susu deh,”
“Sama kopi susu satu, ya, Mang.” ucap Ragil lagi kepada Mang Dani—si pemilik warung kopi.
“Tumben, A, ke sini ga sama si Bima,” tanya Mang Dani sambil menyeduh kopi pesanan mereka.
“Lain, Mang, masa sama Bima mulu, kali-kali dong saya bawa yang beda,” Ragil tertawa sambil melihat ke arah Jule yang sedang sibuk dengan rambutnya.
“Kuncir aja, Le.” Suruh Ragil, Jule menggeleng tidak mau. Gadis itu tidak suka rambut pendek sebahu miliknya dikuncir.
“Yaudah kenalan aja,” Ragil mengajak Jule untuk berkenalan dengan Mang Dani, “yang punya warung ini namanya Mang Dani, orang Bandung, iya kan Mang?” Ragil memastikan bahwa ia tidak salah memberi tahu Jule bahwa Mang Dani asli Bandung.
Mang Dani memberikan dua gelas berisikan kopi kepada mereka, “iya, A, Bandung. Si teteh temennya A Ragil?”
“Sebenernya males sih ngaku jadi temen dia, Mang,” jawab Jule sambil tertawa yang diikuti oleh tawa Mang Dani, sedangkan Ragil, laki-laki itu malah memasang wajah masamnya.
“Bercandaaaaa,” Kata Jule kepada Ragil.
“Sok, lanjut aja kalian ngobrolnya, Mamang tinggal ya, Teh, A,” Ragil dan Jule segera mempersilahkan Mang Dani untuk meninggal mereka.
Angin berhembus cukup kencang, membuat Jule yang sejak tadi tidak henti-henti menyelipkan rambutnya yang sempat terbang menutupi wajahnya.
“Berarti lu sering ke sini ya?” Jule membuka obrolan setelah Mang Dani meninggalkan mereka.
“Lumayan, kadang-kadang aja sih kalau lagi bete, mampir ke sini. Eh iya, Le, nanti abis dari sini temenin gue sebentar ya,”
Jule menerima permintaan Ragil yang baru saja laki-laki itu katakan sambil meminum kopinya, “kemana?”
“Keliling,” jawab Ragil singkat.
Jule lagi-lagi dibuat heran dengan permintaan Ragil. Laki-laki ini selalu saja membuat Jule merasa terheran-heran karena segala permintaannya.
Masih ingat waktu pertama kali Ragil mengajak Jule untuk main bersamanya sebanyak tiga kali?
Ternyata yang dilakukan Ragil saat mereka main untuk pertama kalinya adalah meminta Jule untuk menyetir mobil miliknya, kurang lebih seperti ini percakapan mereka. “Le, waktu isi questioner, lu bilang bisa bawa mobil kan? Coba dong setirin gue, soalnya gue penasaran banget rasanya disetirin sama cewek keren kaya lu,”
Atau saat main untuk yang kedua kalinya, Ragil meminta mereka untuk diam selama mereka bersama. Katanya, ingin tahu siapa yang lebih kuat untuk tidak mengeluarkan sepatah kata. Ternyata Jule benar-benar tidak mengeluarkan sepatah kata sama sekali sejak dua jam mereka bertemu, membuat Ragil akhirnya menyudahi permintaan konyolnya.
Dan waktu ketiga kalinya mereka main, posisinya saat sedang pulang sekolah, Ragil menunggu Jule di parkiran bersama motor miliknya. Lalu saat mereka sudah berada di atas motor, Ragil bertanya makanan seperti apa yang Jule suka, karena saat Ragil bertanya di questioner, gadis itu menjawab bahwa ia menyukain semua makana, membuat Ragil mau tidak mau harus bertanya lagi lebih spesifik. Jule bilang ia suka martabak dan cilok, akhirnya dengan ide yang ada di kepala laki-laki itu, Ragil mengajak Jule ke sebuah swalayan dekat rumahnya untuk membeli bahan yang diperlukan saat membuat cilok. Sore itu, Ragil membuat cilok buatannya dengan sedikit bantuan resep dari youtube yang ia pelajari secara spontan bersama Jule di rumah gadis itu. Saat jadi, ternyata rasanya tidak terlalu buruk, Ragil memberikan cilok itu kepada Jule sebagai tanda terima kasih karena sudah mau main bersamanya selama tiga kali.
Karena cilok itu juga mereka bisa menjadi teman hingga saat ini, Jule merasa cukup senang karena selama tiga kali main bersama Ragil, laki-laki itu selalu melakukan hal-hal yang tidak pernah terlintas di kepalanya, serta tidak pernah mengomentari dirinya seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang.
Setalah menghabiskan kopi lalu membayarnya, Ragil dan Jule segera meninggalkan warung kopi Mang Dani dengan motornya. Benar saja, saat ragil mengajak Jule untuk berkeliling, mereka sudah berada di motor selama empat puluh menit mengelilingi kota BSD di malam hari.
“Gil, ini serius keliling-keliling ya?” Ragil mengangguk dari posisinya.
“Maksud gue, ini kita serius keliling-keliling BSD? bukan kayak jalan gitu? Soalnya ini udah ketiga kalinya kita lewatin jalan ini,” oceh Jule karena Ragil benar-benar mengajaknya mengelilingi tempat itu saja.
“Yaudah mau kemana?” Ragil bertanya sambil memelankan kecepatan motornya.
“Ga tau, ikut aja, tapi jangan muterin ini lagiiiii, udah bosen,”
“Mau yang ga bosen?”
“Iya,” Jule mendekatkan wajahnya ke arah Ragil agar suaranya tidak menghilang karena berisiknya jalanan.
“Yaudah jadi pacar gue aja,”
Jule mengedipkan matanya beberapa kali memastikan bahwa pendengarannya tidak salah, “hah, apa?”
“Jadi pacar gue, lu bosen kan? Makanya jadi pacar gue, Le. Yakin ga bakalan bosen,” Ragil mengulang kembali ucapannya dengan sedikit kencang agar Jule dapat mendengarnya dengan jelas.
“Ini lu ngajak gue pacaran?” tanya Jule karena ia tidak percaya Ragil mengucapkan kalimat itu di atas motornya yang sedang melaju.
“Ngajak belajar. Ya ngajak pacaran lah cantikkk,”
Tidak ada jawaban, Ragil lantas menoleh ke arah belakang, memastikan bahwa Jule masih berada di posisinya, “Le, masih ada kan?”
“Masiiihhh,”
“Oh, kirain ketinggalan, lagian tiba-tiba ga ada suaranya,” ucap Ragil yang dihadiahi pukulan ringan oleh Jule.
“Gil, bentar-bentar,” kata Jule membuat Ragil meminggirkan motornya, “Eh, ga usah minggir, jalan aja,”
“Tadi katanya bentar?”
“Maksudnya bentar deh, ini lu serius?”
“Keliatan bercanda emang?” Ragil malah balik bertanya.
“Engga juga, cuma kayak, ini kita lagi di motor? Lagi keliling, terus tiba-tiba lu ngajak gue jadi pacar lu?” Jelas Jule yang masih memproses semuanya.
“Iya lagi di motor, emang kalau di motor, ga boleh ngajak lu jadi pacar gue?”
“Boleh sih, cuma gue kaget aja,” kata Jule sambil tertawa. Lagi dan lagi Jule dibuat heran oleh tingkah Ragil.
“Jadi?” Tanya Ragil.
“Jadi?”
“Iya, jadi jawabannya apa?” Tanya Ragil lagi.
“Barusan ngomong apa?”
“Yaudah jadi pac—,” “Bukaaann, yang barusan, barusan banget,” potong Jule membuat Ragil mengangguk paham.
“Iya, jadi jawabannya apa?” Ragil mengulang kembali kalimatnya.
“Yaudah itu,” Jawab Jule.
Ragil tidak paham dengan maksud yang Jule sampaikan, “gimana?”
“Tadi lu ngomong apa?”
“Iya, jadi jawabannya apa?” Lagi-lagi Ragil mengulang kalimatnya.
“Ya, itu, yang barusan lu bilang,”
Jule membuat Ragil semakin bingung karena kalimatnya yang tidak jelas, “hah, apaan sih, Le?”
“Coba ngomong lagi, tapi kata paling depan aja,” Jule meminta Ragil mengucapkan kembali kalimatnya.
“Iya,”
Ragil langsung tersadar di detik selanjutnya, lalu tertawa, Jule yang di belakangnya pun ikut tertawa karena Ragil terus mengulang kalimat yang sama.
“Le, ini serius gue jadi pacar lu?” Tanya Ragil memastikan, karena dirinya masih tidak percaya.
“Maunya?”
“IYAAA,” Ragil berteriak semangat, membuat pengendara di sebelah mereka menoleh ke arahnya. Jule segera meminta maaf kepada dua orang yang Jule yakini adalah sepasang kekasih.
Lain halnya dengan yang dilakukan oleh Jule, Ragil malah berucap kepada pengendara di sebelah mereka, “Kak, saya baru pacaran, Kak, liat yang saya bonceng sekarang jadi pacar saya,”
Sepasang kekasih itu tersenyum lalu berkata “selamat ya, Kak, semoga ga sering berantem,”
“Iya, Kak, makasih ya, semoga Kakak sama pacarnya juga ga sering berantem,” balas Ragil membuat jule menutup wajahnya karena malu.
Sepanjang perjalanan mengelilingi kota BSD, Ragil tidak henti-hentinya tersenyum dan memamerkan Jule kepada beberapa orang yang ia temui di jalan. Bahkan saat sedang lampu merah, ternyata Ragil bertemu dengan temannya yang tidak Jule kenal, lalu dengan bangganya Ragil mengucap, “eh, Lang, kenalin nih, cewek gue, keren banget ya?”
Atau saat mereka berada di jalan yang lenggang, Ragil dengan percaya dirinya berteriak, “AKHIRNYA JULE JADI CEWEK GUE!” “LANGIT, LIAT DEH, CEWEK GUE CANTIK BANGET YA?” “BSD IRI GA YA, CEWE PALING KEREN DI KOTANYA UDAH JADI MILIK GUE?”
Malam ini mereka habiskan dengan berkeliling kota dengan Ragil yang sibuk memamerkan Jule kepada seluruh sudut di kota ini. Malam ini pula, di sebuah kota yang damai, kota yang ramah akan setiap penduduknya, menjadi saksi atas kebahagian dua makhluk yang jiwanya sedang berbahagia.