Mandala Ragil Lenteralega, namanya.
Seperti biasa, pagi ini— saat matahari baru saja memancarkan cahayanya dari arah timur. Seorang laki-laki bertubuh tinggi yang mempunyai mole di wajahnya membuka matanya melihat sekitar.
Hari kamis, hari terakhir mereka di sekolah, hari terakhir mereka melakukan Ujian Nasioal, hari terakhir mereka mengenakan setelan putih abu-abu kebanggaannya. Lelaki itu mengambil ponselnya yang berada di sebelah ranjang kasurnya. Melihat beberapa notif yang muncul dari grup kelas dan salah satu notif yang sangat ia tunggu setiap harinya.
Membuka ponsel dan membalas pesan-pesan yang masuk, merupakan salah satu kegiatan yang ia lakukan setiap pagi hari. Laki-laki itu menyunggingkan senyumnya— ketika melihat salah satu chat WhatsApp paling atas, dari gadisnya.
Ah iya, kita sampai lupa berkenalan. Izinkan saya memperkenalkan ia sebentar ya? Perkenalkan, namanya Mandala Ragil Lenteralega, nama yang bagus bukan? Ah tidak usah dijawab, hahaha. Panggil saja Ragil, atau mungkin kalian mempunyai nama khusus untuknya? Terserah saja, tapi saya akan memanggil ia Ragil.
Sebelum beranjak lebih jauh, izinkan saya ingin memperkenalkan satu orang lagi ya? Namanya Juliete Zinedine— perempuan yang memiliki senyum tercantik di alam semesta ini kata Ragil, laki-laki ini bisa saja. Cukup panggil ia dengan Jule saja ya teman.
Setelah Ragil membalas pesan dari Jule yang mengabarkan bahwa dia tidak perlu terburu-buru saat ingin menjemputnya nanti, karena hari ini merupakan hari terakhir sebelum mereka lulus dari Sekolah Menengah Atas yang mereka tempuh selama 3 tahun terakhir.
Setelah 30 menit berkutat dengan dirinya. Ragil mengeluarkan mobil dan segera berangkat menuju rumah Jule.
Di perjalanan pagi ini, BSD terlihat ramai dengan orang-orang yang akan melakukan aktivitas mereka setiap harinya. Jule sudah duduk di jok sebelah Ragil dengan setelan baju putih abu-abu yang dipakai untuk terakhir kali.
Selama perjalanan, mereka menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang seputar masa-masa saat SMA, padahal mereka belum menyelesaikan ujian terakhir hari ini, tetapi terasa seperti sudah menyelesaikan masa SMA setahun yang lalu.
“Bener-bener ga kerasa ya Gil, hari ini udah UN terakhir.” Ucap Jule dengan suara khasnya.
Ragil tersenyum mendengar suara gadisnya, “iya, Le, cepet banget ya.”
“Nanti pas ujian udah kelar, angkatan jadi kumpul?” Tanya Jule yang dijawab dengan anggukan oleh Ragil.
“Ohhh, gue agak males deh ikut kumpul-kumpul gitu, tapi kalau gue ga ikut kumpul, gue ga enak sama temen-temen yang lain, sama kamu juga.” Ucap perempuan itu sambil membuka botol minum yang ada di sebelahnya, botol yang selalu Ragil bawa untuk Jule.
“Lo males gaaa?” Tanya Jule lagi.
Ragil mengajwabnya dengan anggukan.
“Jule,” panggil Ragil.
Jule yang mendengar namanya dipanggil pun segera menoleh, “iya Gil, kenapa?” Ragil hanya menggelangkan kepalanya.
“Ga jelas sumpaahhhh.”
Mereka telah sampai di sekolah, melakukan ujian pada pukul 08.00 pagi. Ruang ujian Jule dan Ragil berbeda, karena urutan nama mereka pun sudah berbeda, Juliete dan Mandala.
Setelah selesai dengan Ujiannya, beberapa anak-anak ada yang segera menuju ke kantin, lapangan, atau bahkan kamar mandi, sambil menunggu jam 11 untuk kumpul di aula sekolah.
Pukul 11, seluruh siswa-siswi sudah berkumpul di aula sekolah. Dengan ketua angkatan— Mandala Ragil Lenteralega, yang berada di barisan paling depan menghadap ke arah teman-teman angkatannya.
Ragil, laki-laki itu merupakan ketua angkatannya, bukan ketua OSIS pada periodenya. Di SMA mereka terdapat dua ketua yang di buat oleh sekolahnya. Pertama, ketua OSIS, yang bertugas untuk mengurus siswa-siswi sekolah, sedangkan ketua angkatan untuk mengurus setiap angkatannya masing-masing.
Di depan sana, Ragil berbicara tentang 3 tahun yang telah dilalui bersama, tentang kebersamaan mereka, mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada mereka semua yang telah bersama selama 3 tahun terakhir, yang ditutup dengan acara perpisahan, pelukan dan tangis.
Setelah diri mereka selesai dengan emosi yang dibangunnya tadi, mereka segera berjalan ke arah lapangan dengan orang-orang terdekatnya. kembali tertawa karena guyonan-guyonan yang dibuat oleh teman-teman yang lain.
Beberapa siswa laki-laki menyalakan smoke boom berwarna-warni, menghiasi langit lapangan dengan warna-warna indah yang keluar dari benda kecil tersebut. Mereka bernanyi bersama, serta mencoret-coret baju yang dikenakannya dengan pilox serta spidol yang diberikan oleh salah satu panitia acara tersebut.
Melakukan sesi coret-coretan merupakan salah satu hal yang amat sangat di nanti oleh siswa akhir di Sekolah Menengah Atas. Mengenang kebersaaman yang telah dilalui, masalah-masalah yang pernah terjadi selama tiga tahun terakhir, serta mengabadikan moment tersebut dengan kamera agar suatu saat dapat dikenang kembali.
Saat semua telah selesai dengan mencoret-coret baju mereka, di ujung lapangan sekolah, ada dua makhluk Tuhan yang sedang berbicara sedikit serius. Siapapun yang melihatnya, dapat dengan jelas tahu bahwa mereka sedang berbicara hal yang penting.
“Gapapa Le, ke Bandung aja.” Jawab Ragil tetap dengan senyum yang mengembang di wajah indahnya.
Jule semakin tidak enak dengan jawaban laki-laki itu, karena mereka berdua sudah berjanji akan liburan bersama saat Ujian Nasional telah usai. Menghabiskan waktu untuk pergi ke pantai, serta melakukan list yang sudah Jule buat sebelum Ujian Nasional.
“Terus list kita gimana? kan kita mau lakuin mulai minggu ini.” Jawab Jule dengan sedikit kesal, karena sang bunda— baru saja memberi kabar kepadanya saat UJian Nasional telah selesai, bahwa mereka akan menetap di Bandung selama dua minggu kedepan.
“Nanti, kalau kita tetemu lagi.” Jawabnya sambil membenarkan helaian rambut Jule yang menutupi wajah cantiknya akibat terbawa angin.
“Lamaaaaa, masih dua minggu lagi.” Ragil yang mendengar jawaban itu kembali tersenyum, sekarang, senyum yang terbentuk dari wajahnya sedikit berbeda.
“Jule, aku mau ngomong boleh?” Tanya Yoga hati-hati, ia tahu perasaan gadisnya ini sedang tidak baik sekarang.
“Yaaaa boleh, apa emang?”
“Aku izin pamit ya,” Ucap laki-laki berpostur tinggi di hadapan Jule.
Jule yang mendengar ucapan tersebut mengerutkan dahinya bahwa ia tidak paham maksud dari perkataan tersebut, “pamit?” Tanyanya masih dengan pikiran-pikiran yang berputar di kepalanya.
“Iya, aku izin pamit ya, Le,”
“Pamit kemana? ke temen-temen kamu?” Tanya Jule setelah ia mengambil keputusan atas pikirannya tadi, mungkin Ragil hanya ingin pamit bertemu dengan teman-temannya yang lain sebelum lulus.
“Pamit. Le, pamit dari hidup kamu. Izin ya?” Suara Ragil bergetar saat mengucapkan kalimat tersebut, ia tak berani menatap mata gadisnya itu.
“Kenapa? Kamu mau kemana emang?” Ucap Jule yang tidak percaya bahwa kalimat tersebut yang akan keluar dari mulut Ragil. Perempuan itu sedang menahan air matanya agar tidak terjatuh saat ini juga.
“Pergi ke Belanda Le.” Jawab laki-laki itu, ia tahu gadis dihadapannya ini sedang menahan air matanya agar tidak jatuh, pun sebaliknya. Ia takut bila melihat mata gadisnya, air matanya akan jatuh juga.
“Ngapain ke Belanda? Berapa lama?” Tanyanya dengan suara yang bergetar, mereka sama sekali tidak berani mentap satu sama lain.
“Pindah Le, gatau sampai kapan, aku pindah ke Belanda sama papi.”
Bagaikan tersambar petir di siang hari, tubuh Hera kaku saat mendengarnya. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa laki-laki di hadapannya harus pergi, ah bukan pergi, tapi pindah ke Belanda, dan baru memberi tahunya saat hari terakhir di sekolah, dimana seharusnya mereka menghabiskan hari tersebut dengan senyuman yang terukir di wajahnya masing-masing.
“Kenapa baru bilang Gil?” Tanya Jule bersamaan dengan air mata yang terjatuh di pipi indahnya. Ragil dapat melihat air mata gadisnya jatuh.
“Maaf Le, aku gamau buat ujian kamu ke ganggu.” Balas Ragil, dan memberanikan diri melihat ke arah mata Jule.
Ia melihat mata gadisnya yang cantik sudah berwarna merah akibat air mata yang ia buat. Rasanya sakit sekali melihat perempuan yang ia sayangi harus menangis akibat ucapannya sendiri.
“Le, liat gue.” Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya, dan tak berniat menengokan kepalanya ke arah laki-laki itu.
“Liat aku ya, Le,” pintanya lagi, kali ini dengan suara yang amat lembut. Mati-matian Ragil menahan air matanya agar tidak jatuh saat mata mereka bertemu.
Ditatapnya perempuan itu, perempuan yang menghabiskan waktu bersamanya selama masa SMA, perempuan dengan banyak cerita dan pemilik senyum paling indah, dengan mata yang sangat cantik saat tersenyum, perempuan yang membuat masa SMA nya lebih berwarna karena ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya.
“Aku mau ngomong sebentar sama kamu, habis ini, kamu mau marah sama aku, silahkan Le. Tapi aku mau liat muka kamu pas aku ngomong ini.” Ucap Ragil, ia menghembuskan nafasnya berat.
“Le, aku tahu aku jahat banget ngomong kaya gini sekarang, di hari yang harusnya kita habisin buat ketawa-ketawa sama temen-temen yang lain,” ucap Ragil, saat ini matanya ia arahkan ke langit sebentar agar tidak menete di hadapan Jule.
“Makasih ya Le, makasih udah luangin waktu kamu selama tiga tahun buat aku, makasih udah mau hari-harinya di isi sama aku juga. Le, aku pergi bukan berarti hati aku ikut pergi juga, hati aku tetep ada di kamu, aku tinggalin di sini buat kamu. Tapi maaf ya Le, maaf harus ninggalin kamu, maaf aku pamit di waktu yang kaya gini. Tiga tahun bener-bener bukan waktu yang sebentar, kenal sama kamu, deket, bahkan bisa sampai ada di titik ini itu salah satu hal yang paling indah di hidup aku Le. Maaf harus ninggalin kamu dengan janji-janji yang ada di list yang kamu buat sebelum ujian. Kata maaf emang ga bisa bikin ini semua balik kaya semula, tapi, Le, aku minta maaf ya, maaf ya cantik, maaf ga bisa nepatin janji-janji kita, maaf ga bisa liat kamu masuk univ nanti, maaf ga bisa nemenin kamu ospek. Tapi yang perlu kamu inget, kalau kamu capek, sedih, marah, kecewa, jangan sungkan buat hubungin aku lagi ya? kalau nanti kamu ngerasa jatuh dan kecewa sama apa yang kamu dapat, inget selalu Le kalau aku selalu jadi pendukung kamu nomer satu dan ga akan pernah berubah, kamu paling hebat Le. Aku seneng bisa kenal kamu, Makasih dan maaf ya cantik. Sore ini aku pamit.”
Setelah selesai dengan ucapannya itu, Jule langsung memeluk Ragil, dan tangis yang daritadi Ragil tahan, runtuh juga saat itu. Jule menangis sambil memeluk laki-lakinya untuk yang terakhir kali.
'Sore ini aku pamit.' kata-kata itu berputar di kepala Jule, hari ini, hari terakhirnya bisa melihat wajah kesukaannya, laki-laki yang selalu mendengarkan segala keluh kesah Jule, yang selalu memberi support kepadanya dalam keadaan apapun, ternyata harus pergi sore ini.
Menghabiskan waktu 3 tahun bersama dengan seseorang bukan merupakan hal yang sebentar, 3 tahun bersama dengannya membuat Jule belajar, bahwa tidak semua yang ia inginkan dapat disuarakan, bahwa setiap insan di dunia dapat berubah menjadi lebih baik.
Baginya, laki-laki itu bukan hanya sekedar pacar yang hanya dapat dia pamerkan di social media. Baginya, Ragil adalah sosok yang dapat mengubahnya melihat dunia, melihat segala sesuatu tidak dari satu sisi, mengajarkannya mengalah dan berjuang.
Tapi pada akhirnya, Ragil pula yang yang mengajarkannya untuk mengikhlaskan. Mengikhlaskan bahwa tidak selamanya ia akan tetap bersamanya, merelakannya pergi dari hidupnya.
Terima kasih Lenteralega, terima kasih sudah menjadi cahaya di masa SMA ku, terima kasih sudah pernah hadir, terima kasih atas semua waktu yang kau habiskan untukku. Terima kasih ya Ragil, terima kasih sudah mau pamit. Untuk keberangkatanmu nanti, maaf, aku masih belum siap untuk melihatnya. Semoga selamat sampai tujuan, sayang.