Makan coklat, biar happy

Isac menekan bel apartment Berlin ketika dirinya sudah kembali dari studio miliknya.

“Masuk aja, kan tau passwordnya,” Berlin mengetik pesan tersebut pada ponselnya untuk Isac.

Lima belas detik menunggu, Isac tetap tidak membuka pintu apartment milik Berlin. Membuat gadis itu harus berjalan menghampiri pintu.

“Kan udah di bilang, masuk ajaaa,” ucap Berlin sambil membuka pintu untuk Isac, laki-laki itu hanya tertawa menanggapi Berlin.

“Lo tau passwordnya kan Isaaaaac, tinggal masuk sendiri, lo mah bikin gue gerak aja,” oceh Berlin membiarkan Isac berjalan di belakanganya.

“Ga sopan lagian main masuk-masuk rumah orang,” balas Isac.

Berlin menoleh ke belakang, “ya engga, kan udah disuruh masuk sama yang punya rumah,”

“Udah, duduk aja, jangan ngomong mulu, katanya mau makan,” ucap Isac sambil menarik kursi untuk Berlin.

Meja makan masih diisi oleh makanan yang diberikan oleh Mami Berlin. Isac segera berjalan menuju kitchen set, laki-laki itu sejak tadi belum merebahkan badannya.

“Lin, gue ambil gelas ya,”

Berlin langsung berduri dari duduknya, “eh biar gue aja,”

“Lo duduk aja, gelasnya juga udah di tangan gue,” Isac memamerkan dua buah gelas yang sudah berada di tangan kanan dan kirinya.

Mereka memakan dua paket ayam goreng dengan bermacam-macam saus di hadapannya, porsi makan mereka kali ini benar-benar besar, karena bisa dimakan oleh lima orang sekaligus.

Sambil mendengarkan lagu yang Berlin putar pada speaker di ruang tengah apartnya, Berlin banyak bercerita tentang semua yang ada di dalam pikirannya.

Kali ini lagu milik Tulus yang berjudul Jatuh Suka berputar, suaranya mengisi seluruh ruangan yang saat ini hanya berisi mereka berdua.

“Mau ketemu Ryujin,”

“Tiba-tiba?”

“Iyaaa, tapi ga bisa, sedih banget,”

“Ketemu yang lain aja,”

“Ga mau, gue maunya Ryujin,”

Isac membuka ponselnya, lalu mengetik nama Ryujin pada pencariannya.

“Nih udah ketemu,” ucap Isac sambil menghadapkan layar ponsel miliknya yang sudah berubah menjadi wajah Ryujin sepenuhnya.

“GAK GITU ISAC!”

Laki-laki itu tertawa melihat Berlin yang malah marah-marah sendiri akibat tingkahnya barusan.

“Kalau itu gue juga tiap hari ketemu. Gue mau ketemu yang KETEMU LANGSUNG, LANGSUNG DI DEPAN MUKA GUE,” Berlin menggebu-gebu menjelaskan kepada Isac.

“Yaudah berangkat ke korea mau ga?”

“Yeh ngaco,”

Berlin berjalan menuju salah satu laci yang berada di dekat kulkas, Isac hanya memperhatikan dari duduknya apa yang dilakukan oleh Berlin.

Gadis itu mengambil sesuatu dari dalam laci, menyembunyikannya di belakang tubuhnya sambil kembali berjalan ke tempat duduknya semula.

“Ngapain?” tanya Isac.

Berlin dengan cepat langsung mengeluarkan barang yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya, terlihat satu toples coklat yang masih tertutup rapat.

“MAKAN COKLAT! BIAR HAPPY!”

“Sini,” isac meminta toples yang Berlin pegang. Lelaki itu membuka segel dan menarihnya di atas meja.

“Nih makan, biar happy,” ucap Isac mengambil satu butih coklat dan mengarahkan ke arah mulut Berlin.

Gadis itu benar-benar bingung harus bagaimana menanggapinya, ia membuka mulutnya, menerima satu suapan dari Isac dengan menahan diri agar wajahnya tetap terlihat seperti biasa walau ia mati-matian berusaha menahan suara detak jantungnya tidak terndengar oleh Isac.