Dia kembali
Suara mobil itu terdengar lagi, sangat jelas karena memasuki halaman rumah Zetta. Gadis itu sama sekali belum beranjak dari kasurnya saat ia mendengar namanya dipanggil oleh seorang yang baru saja datang.
“Zetta, turun.” Suruh Ayahnya.
Lelaki itu kembali lagi ke rumah setelah dua minggu yang lalu bilang ingin mengambi mobilnya yang lain.
“Saya tau kamu ada di kamar.”
“Saya cuma mau bicara sebentar sama kamu.”
Gadis itu mempersiapkan dirinya untuk apa yang akan terjadi satu menit kedepan, karena bila mereka sudah berbicara bersama, hal-hal yang tidak diinginkan selalu saja terjadi.
“Apa?” Tanya Zetta ketika dia sudah berada di hadapan Ayahnya.
“Duduk.”
Zetta tidak mendengarkan ucapan Ayahnya, ia rasa mereka tidak cukup dekat sehingga harus duduk di satu sofa yang sama.
“Duduk sebentar, saya ada perlu sama kamu.” Pinta Ayahnya, kali ini suaranya memelan, tidak seperti biasanya.
Zetta duduk di salah satu sofa yang jaraknya dukup jauh dari tempat Ayahnya, “udah, kenapa?”
Ayah Zetta terlihat sedikit gusar ketika ingin mengelurkan suaranya, terlihat dari tangannya yang sejak tadi tidak bisa berhenti bergerak.
“Kenapa? kalau ga ada keperluan, saya mau naik lagi, banyak tugas.” Sahut Zetta karena Ayahnya tak kunjung bicara.
Menarik napas panjang sebelum akhirnya ia mengeluarkan suaranya, “saya mau nikah lagi, kamu sama Zello nanti ikut ke rumah saya, kita tinggal bareng sama Mama kamu yang baru.” Jelasnya.
Zetta tidak bergeming, gadis itu merasa jantungnya benar-benar ingin berhenti berdetak sekarang juga, bagimana bisa lelaki di hadapannya ini dengan tiba-tiba memberi kabar seperti itu.
“Ga, saya ga mau ikut.”
“Siapa yang jaga kamu kalau kamu ga ikut saya?” Tanya Ayahnya.
Zetta tertawa sinis mendengarnya, “siapa yang jaga? Selama ini juga saya ga pernah dijaga sama siapapun kecuali Bunda, kalau mau nikah lagi, yaudah gapapa, asal jangan ajak saya sama Zello buat ikut kesana.” Jelas gadis itu.
“Emangnya kamu bisa apa soal ngejagain Zello, Ta?”
“Selama ini juga saya yang jagain Hazel, saya yang selalu ambil rapot dia, saya yang temenin dia masuk sekolah, saya yang ada disamping dia pas dia sakit. Anda berkonstribusi dimananya buat ngejaga Hazel?”
Lelaki itu menghembuskan napasnya, anak perempuan yang satu ini benar-benar keras kepala, persis sekali dirnya.
“Yaudah, cukup ikut saya makan malam sama Mama kamu, hari sabtu ini.”
“Ga, kalau saya bilang engga, tandanya engga. Saya sama sekali ga mau terlibat hubungan sama istri baru anda.” Tolak Zetta dengan jelas, ia sama sekali tidak ingin kembali mengulang kejadian enam tahun lalu, “dan jangan coba-coba buat ajak Hazel ikut sama anda,”
“Satu lagi, saya ga punya Bunda baru, dan ga akan pernah punya.” Ucap Zetta kemudian pergi meninggalkan Ayahnya.