41
Setelah rapat selesai, akhirnya pukul satu siang Abi dan Sabina sampai ke rumah Ibu dengan membawa makanan ringan yang mereka beli selagi menuju rumah Ibu.
“Ibuuuu, kangen,” peluk Sabina saat Ibu Abi menyambut kedatangan mereka.
“Sama, Ibu juga, udah lama ga liat kamu.” ucapnya sambil membalas pelukan Sabina.
“Ayo masuk,” ajak Ibu, “pasti belum makan siang kan? Makan dulu yuk,” Ibu langsung mengajak mereka ke ruang makan, disana ada Dion, calon suami Ibu Abi yang sedang menyiapkan makanan untuk mereka.
“Halo, udah pada dateng ternyata,” sapa Dion menghampiri keduanya. “Kenalin, Dion,” ucapnya kepada Sabina.
Sabina membalas jabatan tangan Dion, “Sabina, Om.”
“Iya, om udah denger sedikit tentang kamu dari Ibunya Abi,”
“Eh, Ibu cerita tentang aku? Ceritain apaaa?”
“Ada deh, rahasia,” sahut Maira, Ibu Abi, sambil tertawa, “kamu jangan bilang-bilang ke Sabina dong,” lanjutnya pada Dion.
Ibu mempersilahkan mereka untuk duduk selagi Dion kembali menghidangkan makanan untuk mereka. Tidak terlalu lama karena Dion telah selesai memasak.
“Masakan Om nih, cobain ya,” suruh Dion sambil menuangkan pasta di piring milik Abi.
“Asik, Om bisa masak?” tanya Sabina.
“Bisa bikin yang simple-simple aja sih, kenapa emang?”
“Ajarin dong, aku juga mau bisa masak,”
“Jangan mau Om, nanti yang ada dapurnya berubah jadi kapal pecah,” sahut Abi.
“Lu diem aja, ga diajak.”
“Lah emang bener, lu mah mending diem aja, terima beres, duduk manis terus makan. Dari pada mau coba masak yang ada dapur berantakan.”
Karena terakhir kali Sabina belajar masak bersama Teteh dan Abi, dapur rumah berubah menjadi seperti TKP karena ulah Sabina.
“Berisik lu!”
Ibu memotong percakapan mereka, “udah-udah, makan dulu, berantemnya nanti lagi.”
“Boleh, Sabina, nanti kita belajar masak bareng ya,” kata Dion membuat Sabina tersenyum menang ke arah Abi.
Abi menggandeng tangan Sabina, “Ga papa?” tanya Sabina karena tangan Abi terasa dingin.
Abi membalas dengan anggukan.
“Abang,” panggil Ibu membuat Abi menoleh. Dilihatnya Ibu yang sedang menggunakan gaun sabrina putih di hadapannya, sangat cantik.
“Bagus ga?”
“Bagus, Ibu. Cantik.” jawab Abi membuat Ibunya tersenyum.
“Dari semua yang udah Ibu coba, paling bagus yang mana, Bang?”
“Yang ini. Dressnya cocok di Ibu.” jawabnya sambil tersenyum.
“Ya udah, Ibu pake yang ini, sama yang rose gold ya.” Kata Ibu, Abi mengangguk setuju dengan senyuman di wajahnya.
Tapi tangan Abi tidak bisa berbohong, Sabina tahu pasti Abi sedang menahan perasaannya karena tangan Abi bergetar hebat digenggamannya.
Sabina mengelus tangan Abi yang berada digenggamannya, menyalurkan energi agar setidaknya Abi bisa tetap menemani Ibu sampai fitting baju selesai.
“Ga kuat, Sab,” ucap Abi pelan sekali sampai-sampai Sabina harus mencerna apa yang baru saja Abi ucapkan.
“Pegang tangan gue kuat-kuat, Bi. Luapin semua perasaan lo disitu.”
Abi benar-benar menggenggam tangan Sabina sekuat-kuatnya saat melihat Ibunya kembali ke hadapannya bersama dengan calon suaminya.
Sabina tahu ini merupakan sesuatu yang berat untuk dihadapi oleh Abi, tapi Sabina juga yakin Abi bisa menghadapinya. Karena itu Abi.
“Abi, lo anak yang paling kuat di muka bumi ini.” Ucap Sabina dalam hatinya.